Rabu, 04 November 2015

KECERDASAN DAN PERBEDAAN INDIVIDU DALAM KOGNITIF

KECERDASAN DAN PERBEDAAN INDIVIDU DALAM KOGNITIF
Oleh: Margi Asih, S.Pd.


KECERDASAN
             Kecerdasan atau inteligensi berasal dari bahasa latin “intelligere” yaitu menghubungkan atau menyatukan satu sama lain. Dalam bahasa inggris pengertian inteligensi yaitu to organize, to relate, to bind together.  Inteligensi ialah daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan mempergunakan alat-alat berpikir menurut tujuannya (Kamus Paedagogik dalam Walgito, 1997:133). Menurut Stern inteligensi adalah kesanggupan jiwa untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat dalam suatu situasi yang baru (Sujanto, 2004:66). Kecerdasan yaitu kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar dengan tepat dan serasi (Mahmud, 1989:89). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa inteligensi atau kecerdasan adalah suatu usaha yang dilakukan oleh individu untuk menyesuaikan diri sesuai dengan situasi yang di alami.
             Ketika digunakan untuk menjelaskan orang, kecerdasan atau inteligensi mengacu pada perbedaan individual dalam keterampilan memecahkan masalah dan kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Dalam masyarakat di Negara Kenya menganggap perilaku cerdas terkait dengan keikutsertaan tanggung jawab dalam kehidupan keluarga dan sosial. Di Negara Uganda, seseorang dikatakan cerdas apabila bisa melakukan perilaku yang tepat dalam situasi tertentu, misalnya ketika menghadapi hewan anjing galak, yang harus dilakukan yaitu menunduk dan mengambil batu. Dalam masyarakat Papua Nugini, seseorang dapat dikatakan cerdas apabila dapat mengingat nama-nama 10.000 hingga 20.000 suku yang ada. Lain lagi pada penduduk di Kepulauan Caroline, penduduk cerdas yaitu dapat menentukan arah berdasarkan letak bintang. Namun, dalam masyarakat Amerika kecerdasan sering kali dianggap sebagai kemampuan untuk melakukan sesuatu yang baik dan bertujuan dalam tugas-tugas kognitif, menyesuaikan masalah, dan belajar dari pengalaman. Banyak asumsi mengenai kecerdasan di dunia, namun hal terpenting mengenai kecerdasan yaitu proses menyesuaikan diri dengan keadaan atau situasi yang ada.
                Pada kasus anak dengan keterbatasan mental, Max adalah anak yang berumur 22 tahun dengan keterbatasan mental. Ia tidak dapat melakukan tugas-tugas secara kognitif dengan baik, dan ketika mampu menyelesaikannya Max memerlukan waktu yang cukup lama dibandingkan anak seusianya. Namun, Max dapat memainkan piano dengan melodi dan nada yang sempurna. Hal ini tentu membuat heran, bagaimana anak yang keterbatasan mental mampu memainakan piano dengan kemampuan yang luar biasa? Pada kasus ini dapat di uraikan jawabannya setelah memahami apa itu kecerdasan dan pengukuran kecerdasan.
Pendekatan psikometrik
        Pada pendekatan psikometrik akan membahas mengenai teori-teori yang menggambarkan kecerdasan sebagai faktor umum serta teori-teori yang termasuk faktor spesifik. Psychometricians adalah psikolog yang mengkhususkan diri dalam mengukur psikologis karakteristik seperti kecerdasan dan kepribadian. Penggunaan uji psikometri sebagai pilihan, dewasa ini sangat mapan. Uji psikometri ini dapat memberikan informasi obyektif tentang keterampilan kepada seseorang dengan bidangnya yang berbeda-beda, misalnya dengan memperluas pengetahuan, motivasi, kepribadian dan potensi-potensi mereka. Dapat dikatan bahwa pendekatan psikometrik lebih mengarah pada kecerdasan dan kepribadian anak.
  
Teori kecerdasan ganda Gardner’s
Secara alamiah perkembangan anak berbeda-beda, baik dalam tingkat inteligensi, bakat, minat, kreativitas, kematangan emosi, kepribadian, keadaan jasmani, dan keadaan sosialnya. Kecerdasan anak berkaitan dengan perkembangan otak pada diri anak itu sendiri. Perkembangan neuron pada otak anak dimulai sejak embrio berumur empat minggu. Selanjutnya perkembangan neuron pada anak memiliki koneksi yang lebih banyak dibandingkan orang dewasa. Hal ini sependapat dengan Suyadi (2014:99), otak bayi yang baru lahir hingga usia tiga tahun membuat koneksi-koneksi baru dengan kecepatan yang luar biasa, khususnya ketika otak mulai menyerap informasi dari lingkungan. Dapat dikatakan bahwa semakin kaya lingkungan anak akan stimulasi, semakin banyak dan cepat neuron-neuron pada otak anak yang akan berkoneksi. Semakin banyak neuron yang berkoneksi, semakin cepat, mendalam, dan bermakna sebuah pembelajaran.
Perkembangan kecerdasan anak akan optimal bila terjadi interaksi sosial sesuai dengan kebutuhan anak pada berbagai tahap perkembangannya. Ada anak yang memiliki kepintaran di salah satu kecerdasan, tetapi kurang pada kecerdasan yang lain, sehingga perlunya menyeimbangkan semua kecerdasan majemuk pada anak. Kecerdasan majemuk dimunculkan oleh seorang psikolog Harvard yang bernama Howard Gardner. Menurut Gardner dalam Kail (2010:250) kecerdasan majemuk berguna untuk menyelesaikan masalah-masalah dan membuat cara penyelesaian dalam konteks yang beragam dan wajar. Beberapa yang termasuk kategori kecerdasan majemuk yaitu: kecerdasan linguistik, kecerdasan logika-matematis, kecerdasan spasial, kecerdasan musik, kecerdasan badan-kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan alam, dan kecerdasan eksistensial. Adapun penjelasan masing-masing kecerdasan majemuk sebagai berikut:
1)     Kecerdasan bahasa atau linguistik, adalah kemampuan seseorang untuk menyusun pikiran dengan jelas dan mampu menggunakannya secara kompeten melalui kata-kata secara efektif, baik secara lisan maupun dalam bentuk tulisan. Kecerdasan linguistik pada anak ditandai dengan anak suka berbicara, selalu ingin tahu tentang sesuatu hal yang baru, dan sejenisnya. Anak mengetahui makna dari kata-kata dan memiliki kemampuan untuk menggunakan kata-kata guna memahami ide-ide baru, dan menggunakan bahasa untuk menyampaikan ide kepada orang lain.
2)     Kecerdasan logis-matematis, adalah kemampuan untuk menggunakan angka-angka secara efektif dan berpikir secara nalar, pola berpikir logis, dan ilmiah. Kecerdasan ini mencakup kepekaan terhadap pola-pola logis dan hubungannya, pernyataan-pernyataan, dan lain-lain. Ciri yang menonjol pada anak yang memiliki kecerdasan matematis logis yaitu selalu ingin tahu dan bertanya tentang angka dan anak mampu memahami hubungan yang ada di antara benda-benda, ide, atau tindakan.
3)     Kecerdasan spasial, yaitu kemampuan melihat suatu objek dengan sangat detail. Anak mempunyai kemampuan yang tinggi dibidang pengamatan dan kemampuan untuk berpikir, punya kemampuan membayangkan ruang, melukiskan kembali, mengubah atau memodifikasi bayangan melalui ruangan. Kecerdasan ini mencakup kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, wujud, ruang, dan hubungan-hubungan dalam semua unsur-unsur.
4)     Kecerdasan musikal, yaitu kemampuan untuk menyimpan nada, mengingat irama, mengubah, dan mengekspresikan bentuk-bentuk musik. Kecerdasan ini mencakup kepekaan terhadap ritme, tingkat nada dan melodi, warna suara dari suatu karya musik. Anak yang memiliki kecerdasan musikal memiliki kemampuan yang tinggi dalam menangkap aspek bunyi secara mendalam dan peka terhadap suara. Biasanya anak senang pada irama musik baik ketika belajar maupun beraktivitas yang lain.
5)     Kecerdasan kinestetik, yaitu kemampuan olah tubuh anak dalam mengekspresikan gagasan dan emosi melalui gerakan, termasuk kemampuan untuk menangani suatu benda dengan cekatan dan membuat sesuatu. Kecerdasan ini mencakup keahlian-keahlian fisik khusus seperti koordinasi, keseimbangan, ketangkasan, kekuatan, kecepatan, kelenturan, dan daya tahan. Ciri anak yang memiliki kercerdasan ini adalah anak memiliki kebiasaan yang suka bergerak, suka menyentuh segala sesuatu, bermain dengan jari, dan menari.
6)     Kecerdasan interpersonal, yaitu kemampuan anak untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain secara efektif. Anak memiliki kepekaan terhadap ekspresi-ekspresi wajah, suara, dan mampu untuk membedakan berbagai tanda interpersonal. Kecerdasan ini menunjukkan anak dalam memahami makna kerja sama dan komunikasi. Anak yang memiliki kecerdasan ini biasanya sangat pandai dalam bergaul, dan memiliki banyak teman.
7)     Kecerdasan intrapersonal, yaitu kesadaran dalam diri dan kemampuan untuk beradaptasi sesuai dasar dari pengetahuan dan bertanggung jawab terhadap kehidupannya sendiri. Anak yang memiliki kecerdasan ini biasanya suka bekerja sendiri tanpa merepotkan orang lain.
8)     Kecerdasan naturalis, yaitu kemampuan anak untuk menjadikan alam sekitar sebagai perhatian utamanya. Anak yang memiliki kecerdasan ini biasanya mencintai alam, binatang, dan tanaman.
9)     Kecerdasan eksistensial, yaitu kemampuan untuk merasakan kehadiaran Tuhan. Anak yang memiliki kecerdasan ini biasanya mengikuti orang tuanya untuk sholat, mengaji, dan memberikan sumbangan terhadap orang yang tidak mampu.

Teori Sternberg’s tentang successful intelligence
           Menurut Sternberg’s, successful intelligence yaitu penggunaan kemampuan analitik untuk menganalisis masalah dan menghasilkan solusi, kemampuan kreatif untuk menghadapi adaptif dengan situasi baru, dan kemampuan praktis untuk mengetahui solusi apa yang akan bekerja (Kail, 2010: 252). Berikut penjelasan bentuk kecerdasan menurut Sternberg’s yaitu:
1)     Kecerdasan analitik: kemampuan untuk menganalisis, melakukan penilaian, evaluasi, perbandingan, dan membedakan.
2)     Kecerdasan kreatif: kemampuan untuk menciptakan, merancang, menemukan, membuat sesuatu yang original, dan membayangkan.
3)     Kecerdasan praktis: kemampuan untuk menggunakan, menerapkan, mengimplementasikan, dan menerjemahkan gagasan dalam tindakan.
Dapat dikatakan bahwa kecerdasan pada anak sangat penting, karena akan berkaitan bagaimana anak mampu menyesuikan diri dan mengatasi masalah dengan mencari solusi yang tepat. Penyesuaikan pemecahan masalah berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga perlunya memberikan treatment-treatment tertentu guna merangsang pola pikir anak. Treatment-treatment yang dapat dilakukan seperti memberikan perhatian lebih, penjelasan secara baik ketika anak bertanya, dan memberikan keterampilan gerak baik motorik kasar dan halus sesuai usianya.

MENGUKUR KECERDASAN
     Pengukuran kecerdasan biasanya dicapai melalui pengukuran menggunakan test kecerdasan. Skors test kecerdasan seseorang dapat digunakan menjadi pengukuran yang luar biasa. Test kecerdasan mempunyai dua kecenderungan yang paralel, pertama kecenderungan kearah performance tests dan kedua kecenderungan kearah verbal tests. Performance tests dapat diartikan test yang diberikan test guna mengetahui kemampuan atau keterampilan dan bakat yang dimiliki oleh anak, sedangkan verbal tests yaitu test yang diberikan dalam bentuk instruksi-instruksi kata-kata.
Pada sebuah kasus yang terjadi di amerika, Charlene adalah anak kelas tiga dan mengikuti test kecerdasan yang diberikan psikolog disekolahnya. Berdasarkan nilai test kecerdasan, psikolog percaya bahwa Charlene adalah anak yang mengalami keterbelakangan mental dan harus menerima pendidikan khusus. Orang tua Charlene marah ketika mengetahui anaknya mengalami kerterbelakangan mental, dan orang tuanya tidak percaya akan hal tersebut karena orang tuanya percaya anaknya berperilaku layaknya anak seusianya dan kemampuan belajarnya juga baik. Dari kasus ini, akan ada jawaban yang dapat dijelaskan secara teoritis mengenai kasus yang terjadi pada Charlene.

Binet dan perkembangan test kecerdasan
              Pada tahun 1904, Kementerian Pendidikan Prancis meminta psikolog Alfred Binet untuk membuat sebuah metode yang dapat menentukan siswa mana yang tidak akan mendapat manfaat dari pendidikan di kelas regular. Para pejabat ingin menurunkan jumlah siswa yang terasa terlalu banyak dengan menempatkan mereka yang dianggap tidak mendapat manfaat melalui pendidikan regular pada pendidikan khusus. Test inteligensi dari Binet mula-mula disusun tahun 1905, kemudian mendapatkan bermacam-macam revisi baik dari Binet sendiri maupun dari ahli lain.
           Dalam tahun 1916 test Binet direvisi dan diadaptasi, revisi test Binet terkenal dengan Stanford- Binet. Binet mengembangkan konsep Usia Mental (Mental Age – MA) yang merupakan tingkat perkembangan mental seseorang dibandingkan dengan orang lain. Binet berpendapat bahwa anak yang mengalami keterbelakangan mental akan menunjukkan kinerja seperti anak yang normal yang lebih muda. Ia mengembangkan norma untuk kecerdasan dengan melakukan test pada 50 anak yang tidak memiliki keterbelakangan mental antara usia 3 tahun hingga 11 tahun. Anak-anak yang diduga memiliki keterbelakangan mental diberikan test yang sama, dan kinerja mereka di bandingkan dengan anak normal yang sama usia kronologisnya. Rerata usia mental (MA) berkaitan dengan usia kronologisnya  (Chronological Age - CA) yang merupakan usia seseorang dari hari kelahirannya. 

Contoh:
Seorang anak A berusia 6 tahun (CA) dan memiliki usia mental 8 tahun (MA) maka akan memiliki IQ sebesar 133, sedangkan anak B berusia 6 tahun (CA) dan memiliki usia mental 5 tahun (MA) maka akan memiliki IQ sebesar 83.
Dari contoh di atas dapat dikatakan bahwa anak A yang memiliki IQ 133 tergolong dalam anak yang memiliki IQ di atas rata-rata atau superior sekali, sedangkan anak B yang mendapatkan score nilai IQ 83 tergolong dalam anak-anak yang memiliki IQ di bawah rata-rata atau bodoh.
Menurut Mahmud, 1989: 96 menyebutkan table distribusi normal tingkat kecerdasan. Berikut table distribusi normal tingkat kecerdasan yaitu:
IQ
Deskripsi
Persentasi Populasi
180 ke atas
Genius
1
140 - 179
Gifted
1
130 – 139
Superior sekali
3
120 – 129
Superior
8
110 – 119
Pandai
18
90 – 109
Rata-rata
46
80 – 89
Bodoh
15
70 – 79
Inferior
6
50 – 69
Moron
2
20 – 49
Imbecile
1
0 – 19
Idiot
1

Tabel 1
(Sumber: Mahmud, 1989:96)


Keterangan:
Dapat dikatakan bahwa anak yang memiliki cacat mental adalah anak yang memiliki IQ di bawah 70. Anak-anak yang memiliki IQ ini menderita amentia atau kurang pikiran.
Idiocy adalah tingkat dimana anak mengalami lemah pikiran tingkat paling rendah, dan umur mental tidak pernah melebihi anak umur dua tahun meskipun telah berusia 30 tahun.
Imbecility adalah tingkatan dimana anak memiliki kecerdasan tidak melebihi kecerdasan anak umur tujuh tahun.
Moron adalah anak yang memiliki tingkat kecerdasan seperti umur tujuh tahun sampai sepuluh tahun.
Gifted yaitu anak yang tidak genius tetapi menonjol dan terkenal.
Genius adalah bakat dan keistimewaan yang telah terlihat sejak kecil, misalnya sejak umur dua tahun sudah dapat belajar membaca.
                Test lain yang banyak digunakan adalah skala Wechsler yang dikembangkan oleh David Wechsler. Termasuk dalam kategori ini adalah Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence –III (WPPSI – III) untuk anak usia 4 tahun hingga anak 6 ½ tahun. Wechsler Intelligence Scale for Children – IV (WISC –IV) untuk anak-anak dan remaja dari 6 tahun hingga 16 tahun. Test WISC meliputi subyek lisan atau verbal dan keterampilan. Dari test ini anak menerima skor IQ secara keseluruhan meliputi pemahaman verbal, penalaran perceptual, kerja memori, dan kecepatan proses. The Stanford – Binet dan WISC – IV  tidak dapat digunakan untuk menguji kecerdasan anak bayi. Test untuk bayi yang sering digunakan oleh psikolog yaitu Bayley Scales yang terdiri dari lima skala: kognitif, bahasa, keterampilan motorik, sosial-emosional, dan perilaku adaptif.
                Jika skor IQ pada tingkat stabilitas, dapat disimpulkan bahwa skor IQ yang diperoleh di usia bayi harus dapat digunakan memprediksi skor IQ di usia anak-anak.  Namun hal tersebut tidak dapat digunakan untuk memprediksi skor IQ pada tingkat selanjutnya. Hal ini sependapat dengan Kopp & McCall (Kail, 2010: 258) tidak sampai 18 atau 24 bulan test yang dilakukan dapat digunakan untuk memprediksi skor IQ dikemudian. Test pada bayi lebih menekankan pada sensorimotor, dan kegunaan dari test pada bayi yaitu sebagai alat diagnose yang pentik untuk meminimalisir kemungkinan buruk yang terjadi.
Prediksi terhadap hasil Skor IQ
                Menurut kail, 2010:259 mengatakan skor pada test IQ dapat memprediksi nilai sekolah dan keberhasilan kerja. Skor IQ merupakan prediksi yang sangat kuat terhadap hasil perkembangan. Salah satu pendapat menurut Brody (1992), IQ adalah prediksi yang paling penting dari individu (kail, 2010: 258). Namun pada kasus Charlene, seorang anak yang mendapat skor dibawah rata-rata dan diprediksi mengalami keterbelakangan mental, namun prestasi disekolah dapat dikatakan rata-rata dari kemampuan anak-anak dikelasnya. Menurut Duckwort & Seligman dalam Kail (2010:259) menyatakan bahwa disiplin diri memprediksi nilai di sekolah yang lebih baik dari skor IQ yang dilakukan. Menurut Sujanto (2004:66), faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi yaitu: pembawaan, kematangan, pembentukan, dan minat. Menurut kail (2010) kecerdasan atau inteligensi dipengaruhi oleh beberapa kemungkinan yaitu: gen atau keturunan, lingkungan, budaya atau etnis, dan keadaan sosial-ekonomi.
Berikut ini penjelasan mengenai faktor-fator yang mempengaruhi kecerdasan yaitu:
1)     Genetika atau keturunan. Tidak ada keraguan bahwa gen-gen mempengaruhi kecerdasan (plomia dalam King, 2010:32). Hal ini sependapat dengan Wilson dalam Kail (2010:260) menyatakan keturunan mempengaruhi profil perkembangan untuk skor IQ anak. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh ahli psikolog di Amerika menyimpulkan ketika seseorang mencapai tahap perkembangan remaja akhir, heritabilitas kecerdasan mencapai sekitar 0,75 yang menunjukkan pengaruh genetika yang sangat kuat (Neisser dalam King, 2010:32). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keturunan sangat mempengaruhi tingkat kecerdasan anak.
2)     Lingkungan. Lingkungan yang dimaksudkan lebih mengarah pada lingkungan keluarga, tempat tinggal, dan keadaan. Menurut Campbell ; King (2010:33) menyebutkan faktor keturunan genetika memberikan kontribusi pada IQ, kebanyakan peneliti sepakat bahwa untuk kebanyakan orang, memodifikasi dalam lingkungan dapat mengubah skor nilai IQ seseorang. Contohnya anak yang mungkin memiliki kecerdasan di bawah rata-rata, apabila disiplin terhadap jadwal belajar kemungkinan besar untuk mendapat nilai yang bagus. Hal tersebut sependapat dengan Duckwort & Seligman dalam Kail (2010:259) menyatakan bahwa disiplin diri memprediksi nilai di sekolah yang lebih baik dari skor IQ yang dilakukan. Sebuah penelitian menujukkan indeks heritabilitas dengan menggunakan teknik statistika korelasi yaitu indeks heritabilitas tertinggi adalah 1,00 dan korelasi sebesa 0,70 (King, 2010:32). Dengan demikian lingkungan yang dimodifikasi dan dikondisikan kemungkinan besar dapat mengubah skor IQ anak.
3)     Budaya atau etnis. Manurut Anastasi & Urbina (1996) dalam King (2010:31) mengatakan test kecerdasan bervariasi untuk setiap budaya, karena budaya memiliki pengalaman yang lebih sedikit berhubungan dengan gambar ataupun foto. Setiap test kecerdasan akan sangat berkaitan dengan budaya, misalnya pada penggunaan bahasa dalam test kecerdasan.
4)     Keadaan sosial-ekonomi. Anak-anak yang berasal dari tingkat ekonomi tinggi memungkinkan memiliki tingkat kecerdasan IQ tinggi dibandingkan anak-anak pada tingkat ekonomi rendah. Hal ini terjadi ketika proses pembelajaran anak dari tingkat ekonomi atas akan dibelikan banyak buku oleh orang tuanya sehingga akan menambah wawasan dan pengalaman anak dalam ilmu pengetahuan dibandingkan dengan anak dari ekonomi rendah.

ANAK KHUSUS & KEBUTUHAN KHUSUS
                Dalam masyarakat umum, masyarakat telah mengakui anak-anak dengan bakat yang luar biasa dan anak-anak dengan keterbelakangan mental. Anak-anak yang berbakat memiliki kecerdasan yang tinggi dengan IQ 130 atau lebih. Menurut Robinson & Clinkenbeard (1998) dalam Kail (2010:266) menyebutkan bahwa definisi bakat lebih luas dan mencakup bakat yang luar biasa dalam berbagai bidang, termasuk seni, music, menulis kreatif, dan tari.  Lewis (1925) melakukan sebuah penelitian terhadap 1500 anak yang memiliki skor rata-rata IQ Stanford-Binet 150, dan menempatkan mereka menjadi kelompok 1 persen tertinggi. Anak yang berbakat sangat jarang terjadi, hal ini tentu bukan terjadi secara sendirinya. Anak berbakat kemungkinan besar sangat dipengaruhi oleh keturunan atau gen, lingkungan, budaya dan sosial- ekonomi. Anak dengan bakat yang luar biasa haruslah dipupuk dengan diberikan dukungan dan dorongan dari orang tuanya, agar bakat yang anak miliki tidak luntur atau hilang. Anak-anak berbakat sering dianggap  stereotip, yaitu tidak dapat menahan emosional, tidak dapat bergaul, serta cenderung sombong. Namun faktanya adalah anak-anak dengan bakat yang luar biasa justru memiliki pemikiran dan tingkat emosional dewasa, sehingga lebih banyak berhubungan dengan banyak orang dan mudah bergaul.
                Anak yang memiliki kreativitas termasuk dalam anak khusus. Hal ini dijelaskan dalam Kail (2010:267) yaitu anak dengan kreativitas dikaitkan dengn pemikiran divergen, dimana tujuannya adalah bukan jawaban yang benar (lebih dari satu). Menurut Kogan dalam Kail (2010:267), anak-anak kreativitas memiliki cara berpikir divergen yaitu menghasilkan banyak ide dalam menanggapi beberapa rangsangan tertentu. Beberapa panduan untuk mambantu anak-anak agar lebih kreatif yaitu:
1)     Mendorong anak untuk berani mengambil resiko
2)     Memberikan dorongan anak untuk memikirkan alternatif lain.
3)     Memberika pujian kepada anak atas usaha kerasnya.
4)     Membantu anak untuk dengan meyakinkan bahwa dia lebih kreatif.
Anak-anak dengan keterbelakangan mental adalah anak-anak dalam kondisi kemampuan mental terbatas dimana seorang individu memiliki IQ yang rendah, biasanya di bawah 70 dalam test kecerdasan, dan memiliki kesulitan untuk beradaptasi pada kehidupan sehari-hari; ia mungkin pertama akan memunculkan cirri-ciri ini pada masa-masa perkembangan pada usia 18 tahun (King, 2010:36). Hal ini sependapat dengan Detterman, Gabriel, & Ruthsatz (2000) dalam Kail (2010:268), hanya orang-orang yang berada di bawah umur 18 tahun, mengalami masalah di beberapa area, dan skor iQ dari 70 atau kurang dianggap keterbelakangan mental. Dengan demikian anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental memiliki nilai skor IQ dibawah rata-rata dan sulit beradaptasi dengan lingkungan.
Keterbelakangan mental mungkin disebabkan oleh faktor organik, atau dapat juga disebabkan karena faktor sosial dan budaya (Hodapp &Dykens, 2006 dalam King, 2010:36). Keterbelakangan mental adalah keterbelakangan mental yang disebabkan oleh kelainan genetika atau kerusakan otak. Salah satu bentuk keterbelakangan mental organik yaitu down syndrome. Down syndrome terjadi karena ada kelebihan kromoson pada anak. Anak yang mengalami down syndrome mungkin tidak akan pernah berhasil untuk mencapai prestasi akademik yang luar biasa seperti yang dilakukan para siswa berbakat. Namun, anak down syndrome mungkin mampu untuk membangun hubungan yang hangat dan dekat dengan orang lain, menjadi inspirasi bagi orang-orang yang mencintainya, dan memberikan senyuman pada sebuah hari yang mendung (Poehlman dalam King, 2010:37). Anak dengan keterbelakangan mental sosial-budaya adalah hambatan mental dimana tidak terdapat kerusakan biologis. Individu dengan jenis keterbelakangan mental sosial-budaya memiliki IQ antara 55 – 70.  Para psikolog menduga bahwa hambatan mental sosial - budaya sebagian disebabkan karena tumbuh kembang anak dalam lingkungan keluarga yang tingkat intelektualnya ada dibawah rata-rata. Sebagian anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental sosial-budaya dapat di identifikasi di sekolah, anak sering mengalami kegagalan dan membutuhkan penguatan yang lebih besar.
Anak-anak dengan ketidakmampuan belajar atau sering disebut disabilitas, yaitu anak mengalami kesulitan dalam membaca. Disabilitas disebabkan oleh kesadaran fonologi, dimana anak mengalami kesulitan dalam pemahaman dan menggunakan suara dalam bahasa lisan maupun tulisan. Dengan demikian upaya yang dapat dilakukan adalah latihan terhadap vokal suara dan tulisan.

Pembahasan Kasus
Kasus pertama: Pada kasus anak dengan keterbatasan mental, Max adalah anak yang berumur 22 tahun dengan keterbatasan mental. Ia tidak dapat melakukan tugas-tugas secara kognitif dengan baik, dan ketika mampu menyelesaikannya Max memerlukan waktu yang cukup lama dibandingkan anak seusianya. Namun, Max dapat memainkan piano dengan melodi dan nada yang sempurna. Hal ini tentu membuat heran, bagaimana anak yang keterbatasan mental mampu memainakan piano dengan kemampuan yang luar biasa?.
Jawaban: Keterbelakangan mental mungkin disebabkan oleh faktor organik, atau dapat juga disebabkan karena faktor sosial dan budaya (Hodapp &Dykens, 2006 dalam King, 2010:36). Keterbelakangan mental adalah keterbelakangan mental yang disebabkan oleh kelainan genetika atau kerusakan otak. Salah satu bentuk keterbelakangan mental organik yaitu down syndrome. Down syndrome terjadi karena ada kelebihan kromoson pada anak. Anak yang mengalami down syndrome mungkin tidak akan pernah berhasil untuk mencapai prestasi akademik yang luar biasa seperti yang dilakukan para siswa berbakat. Namun, anak down syndrome mungkin mampu untuk membangun hubungan yang hangat dan dekat dengan orang lain, menjadi inspirasi bagi orang-orang yang mencintainya, dan memberikan senyuman pada sebuah hari yang mendung (Poehlman dalam King, 2010:37). Anak dengan keterbelakangan mental sosial-budaya adalah hambatan mental dimana tidak terdapat kerusakan biologis. Individu dengan jenis keterbelakangan mental sosial-budaya memiliki IQ antara 55 – 70.  Para psikolog menduga bahwa hambatan mental sosial - budaya sebagian disebabkan karena tumbuh kembang anak dalam lingkungan keluarga yang tingkat intelektualnya ada dibawah rata-rata. Sebagian anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental sosial-budaya dapat di identifikasi di sekolah, anak sering mengalami kegagalan dan membutuhkan penguatan yang lebih besar.
                Dengan demikian, Max termasuk dalam anak keterbelakangan mental yang disebabkan oleh genetika, hal ini Max tidak dapat melakukan tugas-tugas secara kognitif dengan baik, dan ketika mampu menyelesaikannya Max memerlukan waktu yang cukup lama dibandingkan anak seusianya.

Kasus kedua: Pada sebuah kasus yang terjadi di amerika, Charlene adalah anak kelas tiga dan mengikuti test kecerdasan yang diberikan psikolog disekolahnya. Berdasarkan nilai test kecerdasan, psikolog percaya bahwa Charlene adalah anak yang mengalami keterbelakangan mental dan harus menerima pendidikan khusus. Orang tua Charlene marah ketika mengetahui anaknya mengalami kerterbelakangan mental, dan orang tuanya tidak percaya akan hal tersebut karena orang tuanya percaya anaknya berperilaku layaknya anak seusianya dan kemampuan belajarnya juga baik.
Jawaban: Berikut ini penjelasan mengenai faktor-fator yang mempengaruhi kecerdasan yaitu:
1.       Genetika atau keturunan. Tidak ada keraguan bahwa gen-gen mempengaruhi kecerdasan (plomia dalam King, 2010:32). Hal ini sependapat dengan Wilson dalam Kail (2010:260) menyatakan keturunan mempengaruhi profil perkembangan untuk skor IQ anak. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh ahli psikolog di Amerika menyimpulkan ketika seseorang mencapai tahap perkembangan remaja akhir, heritabilitas kecerdasan mencapai sekitar 0,75 yang menunjukkan pengaruh genetika yang sangat kuat (Neisser dalam King, 2010:32). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keturunan sangat mempengaruhi tingkat kecerdasan anak.
2.       Lingkungan. Lingkungan yang dimaksudkan lebih mengarah pada lingkungan keluarga, tempat tinggal, dan keadaan. Menurut Campbell ; King (2010:33) menyebutkan faktor keturunan genetika memberikan kontribusi pada IQ, kebanyakan peneliti sepakat bahwa untuk kebanyakan orang, memodifikasi dalam lingkungan dapat mengubah skor nilai IQ seseorang. Contohnya anak yang mungkin memiliki kecerdasan di bawah rata-rata, apabila disiplin terhadap jadwal belajar kemungkinan besar untuk mendapat nilai yang bagus. Hal tersebut sependapat dengan Duckwort & Seligman dalam Kail (2010:259) menyatakan bahwa disiplin diri memprediksi nilai di sekolah yang lebih baik dari skor IQ yang dilakukan. Sebuah penelitian menujukkan indeks heritabilitas dengan menggunakan teknik statistika korelasi yaitu indeks heritabilitas tertinggi adalah 1,00 dan korelasi sebesa 0,70 (King, 2010:32). Dengan demikian lingkungan yang dimodifikasi dan dikondisikan kemungkinan besar dapat mengubah skor IQ anak.
3.       Budaya atau etnis. Manurut Anastasi & Urbina (1996) dalam King (2010:31) mengatakan test kecerdasan bervariasi untuk setiap budaya, karena budaya memiliki pengalaman yang lebih sedikit berhubungan dengan gambar ataupun foto. Setiap test kecerdasan akan sangat berkaitan dengan budaya, misalnya pada penggunaan bahasa dalam test kecerdasan.
4.       Keadaan sosial-ekonomi. Anak-anak yang berasal dari tingkat ekonomi tinggi memungkinkan memiliki tingkat kecerdasan IQ tinggi dibandingkan anak-anak pada tingkat ekonomi rendah. Hal ini terjadi ketika proses pembelajaran anak dari tingkat ekonomi atas akan dibelikan banyak buku oleh orang tuanya sehingga akan menambah wawasan dan pengalaman anak dalam ilmu pengetahuan dibandingkan dengan anak dari ekonomi rendah.
Dari kasus Charlene dan apa yang telah disampaikan orang tuanya, jika Charlene berperilaku layaknya anak seusianya dan kemampuan belajarnya juga baik, maka yang terjadi adalah bukan disebabkan oleh faktor genetika, dan Charlene tidak nyaman dengan tempat test intelligence yang diikutinya, serta secara tidak langsung faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan mempengaruhi terhadap hasil skor test kecerdasan.

DAFTAR PUSTAKA
Kail, V Robert. (2010). Children and their development: fifth edition. Amerika: The united states of amerika.

King, Laura A. (2010). Psikologi umum; sebuah pandangan apresiatif. Jakarta: Penerbit salemba humanika.

Mahmud, Dimyati. (1989). Psikologi suatu pengantar. Jakarta: Departemen pendidikan dan kebudayaan direktorat jenderal pendidikan tinggi proyek pengembangan lembaga pendidikan tenaga kependidikan.

Sujanto, Agus. (2004). Psikologi umum. Jakarta: Bumi aksara.

Suyadi. (2014). Teori pembelajaran anak usia dini:dalam kajian neurosains. Bandung: PT. Remaja rosdakarya offset.

Walgito, Bimo. (1997). Pengantar psikologi umum. Yogyakarta: Penerbi andi offset.

1 komentar:

  1. Betway Casino app and mobile app - JTM Hub
    We're excited 청주 출장안마 to bring you Betway Casino - 당진 출장마사지 the 익산 출장마사지 best Online Sports 동해 출장샵 Betting and Gaming app for 전주 출장샵 your mobile device. We know your

    BalasHapus