Sabtu, 03 Oktober 2015

IDE (GAGASAN) MENGENAI PEMBELAJARAN

IDE (GAGASAN) MENGENAI PEMBELAJARAN
Oleh:
Margi Asih, S.Pd.



Ide adalah sebuah rancangan yang tersusun didalam pikiran atau gagasan. Ide inilah yang mendasari mengenai pembelajaran. Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut yang bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), dan sikap (afektif). Ide atau gagasan mengenai belajar dan pembelajaran terbagi menjadi tiga, yaitu rasionalisme, empirisme, dan konstruktivisme.
Rasionalisme adalah paham yang menekankan sumber pengetahuan berasal dari akal atau pikiran, sehingga pikiran akan berperan secara aktif dalam penyampaian informasi mengenai pengetahuan. Empirisme adalah suatu paham yang menekankan sumber pengetahuan berasal dari pengalaman indriawi. Konstruktivisme adalah suatu paham yang lebih memahami belajar sebagai kegiatan membangun atau menciptakan pengetahuan dari pikiran secara aktif dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalaman indriawi serta adanya interaksi dengan lingkungan.
Proses belajar dan pembelajaran akan menjadi lebih baik secara pengetahuan, karakter,psikologi dan psikomotor, jika adanya pemahaman tentang ide atau gagasan mengenai pembelajaran. Belajar merupakan pembentukan kebiasaan yang terjadi karena adanya interaksi antara organisme dan lingkungan sehingga mampu mengakibatkan perubahan perilaku organisme tersebut, sehingga belajar adalah proses penting dalam kehidupan.

Kata kunci: Rasionalisme, Empirisme, dan Konstruktivisme

PENDAHULUAN
Manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling sempurna. Manusia dibekali akal dan pikiran. Dengan akal dan pikiran manusia dapat belajar tentang hal-hal yang  berkaitan dengan kelangsungan hidupnya. Manusia belajar sejak lahir hingga akhir hayat dan kehidupan manusia tidak lepas dari yang namanya belajar. Ini disebabkan oleh rasa ingin tahu manusia yang tinggi, dengan rasa ingin tahu ini setiap orang pasti punya usaha untuk belajar demi mencapai tujuan. Seorang bayi mencoba mengusai keterampilan-keterampilan yang sederhana seperti memegang berbagai benda dan mengenal orang di sekelilingnya. Pada masa anak-anak dan remaja, sejumlah sikap, nilai, kemampuan diri mulai dikuasai, dan setelah dewasa manusia akan mahir dalam aktivitas tertentu. Kemampuan manusia untuk belajar merupakan karakteristik penting yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Belajar mempunyai keuntungan, baik bagi individu maupun masyarakat. Bagi individu, kemampuan belajar secara terus-menerus akan meningkatkan kualitas hidupnya, sedangkan bagi masyarakat belajar berperan penting dalam mentransmisikan budaya dan pengetahuan dari generasi ke generasi selanjutnya.
Belajar adalah suatu aktivitas seseorang untuk mencapai kepandaian atau ilmu yang tidak dimiliki sebelumnya (Rahyubi, 2012: 2). Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi hingga liang lahat. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut yang bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), dan sikap (afektif) (Siregar, 2011: 3). Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman (Purwanto dalam Thobroni, 2013: 20). Pendapat di atas dapat disimpulkan belajar adalah salah satu usaha yang dilakukan untuk mencapai perubahan yang relatif tetap, baik perubahan pengetahuan dan perubahan sikap maupun perubahan keterampilan.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik (Rahyubi, 2012: 6). Pembelajaran tidak hanya dialami oleh peserta didik melainkan semua manusia sepanjang hayat, serta berlaku di mana pun dan kapan pun. Proses pembelajaran akan membuat manusia menjadi insane yang lebih baik, berkarakter, memiliki keahlian, dan berguna bagi masyarakat luas. Dalam proses belajar dan pembelajaran perlu adanya rekayasa sistem lingkungan yang mendukung. Penciptaan sistem lingkungan yaitu menyiapkan kondisi lingkungan yang kondusif bagi peserta didik. Kondisi dapat berupa sejumlah tugas-tugas sekolah, menyediakan sarana dan prasarana sekolah. Berikut adalah skema proses belajar dan hasil akhir yang seharusnya dicapai (Rahyubi, 2012: 4).
Dalam memahami suatu pembelajaran, tentu akan timbul suatu pertanyaan, Apa yang mendasari atau gagasan dalam pembelajaran?, Bagaimana epistimologi gagasan awal dalam pembelajaran?, Apa pengaruhnya terhadap teori-teori belajar?. Menurut Hergenhahn dan Olson (2014: 30) dalam bukunya “The Teories of Learning” mengatakan dua pandangan yang mendasari gagasan awal tentang belajar yakni pandangan Plato dan Aristoteles. Plato percaya bahwa pengetahuan adalah diwariskan, dan karenanya merupakan komponen natural dari pikiran manusia. Menurut plato, seseorang mendapatkan pengetahuan dengan merenungi isi dari pikiran seseorang. Aristoteles percaya bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman indriawi dan tidak diwariskan. Meskipun Plato percaya bahwa pengetahuan diwariskan dan Aristoteles percaya bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman indriawi, keduanya menunjukan contoh dari rationalism (rasionalisme) karena keduanya percaya bahwa pikiran secara aktif terlibat dalam perolehan pengetahuan.
Pandangan Plato dan Aristoteles mengenai hakikat pengetahuan berperan penting dalam sejarah teori belajar dan pembelajaran. Tujuan dari mempelajari ide atau gagasan awal dalam pembelajaran untuk mengetahui, memahami, dan mengimplementasikannya dalam kegiatan belajar dan pembelajaran khususnya penjasorkes.


PEMBAHASAN
Epistemology Gagasan Awal dalam Pembelajaran
Epistemology mengacu pada studi tentang asal mula, karakteristik, batasan, dan metode pengetahuan (Schunk, 2012: 6). Epistemology (epistemologi) adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan hakikat pengetahuan. Epistemolog mengajukan pertanyaan seperti apa itu pengetahuan? Apa yang bisa kita tahu? Apa batas pengetahuan? Darimana asal pengetahuan? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sudah ada sejak masa Yunani Kuno. Pandangan Plato dan Aristoteles tentang hakikat pengetahuan telah mempengaruhi filsafat hingga saat ini. Plato percaya bahwa pengetahuan adalah diwariskan, dan karenanya merupakan komponen natural dari pikiran manusia. Menurut plato, seseorang mendapatkan pengetahuan dengan merenungi isi dari pikiran seseorang. Aristoteles percaya bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman indriawi dan tidak diwariskan (Hergenhahn dan Olson, 2014:30).
Suatu aliran dapat dikatakan rasionalis, empirisme, atau konstruktivisme berdasarkan penekanan karyanya. Rasionalisme adalah paham yang menekankan sumber pengetahuan berasal dari akal atau pikiran secara aktif. Empirisme adalah suatu paham yang menekankan sumber pengetahuan berasal dari pengalaman indriawi. Konstruktivisme adalah suatu paham yang lebih memahami belajar sebagai kegiatan membangun atau menciptakan pengetahuan dari pikiran secara aktif dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalaman indriawi serta adanya interaksi dengan lingkungan. Pandangan inilah yang mendasari ide atau gagasan awal dalam teori belajar sebelum terjadi apa itu belajar, teori belajar, ciri-ciri teori belajar, hasil belajar, maupun masalah dalam pembelajaran. Dari pandangan inilah, kemudian dikembangkan sehingga kegiatan belajar dan pembelajaran lebih efektif, efisien dan inovatif. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Suharso, 2014:173), ide adalah rancangan yang tersusun di dalam pikiran; gagasan. Dapat dikatakan bahwa ide atau gagasan awal dalam pembelajaran adalah adanya rancangan pemikiran dua tokoh besar Plato dan Aristoteles mengenai pandangannya terhadap pengetahuan, sehingga ada aliran pandangan rasionalisme, empirisme, dan konstruktivisme. Dari padangan inilah, dikembangkan menjadi bagian-bagian penting dalam proses pembelajaran yang inovatif, kreatif, dan efektif.
Riwayat Plato dalam Gagasan Awal Rasionalisme
Plato (427-347) adalah murid paling terkenal dari filsuf Socrates (Hergenhahn dan Olson, 2014: 32). Ajaran Socrates ditulis oleh Plato untuk menunjukan pendekatan socratik terhadap pengetahuan dan sebagai kenangan tentang guru besarnya. Belakangan tulisan tersebut merupakan pandangan filsafat Plato sendiri dan tidak ada kaitannya dengan Socrates. Setelah Socrates dihukum mati, Plato mengasingkan diri ke Italia. Pandangannya mulai terpengaruhi oleh kaum Pythagorean. Kaum Ptyhagorean percaya bahwa alam semesta diatur oleh hubungan-hubungan numeric (angka), sehingga pandangan Plato tentang pengetahuan dipengaruhi oleh gagasan Ptyhagorean bahwa hal-hal abstrak memiliki eksistensi tersendiri dan berpengaruh.
Plato meyakini bahwa benda-benda (misalnya rumah, pohon) ditampilkan pada manusia melalaui pancaindra, sementara tiap-tiap individu memperoleh ide-ide dari nalar atau berpikir tentang apa yang mereka ketahui. Pikiran manusia telah terstruktur dari lahir untuk tujuan berpikir dan memberikan makna pada informasi-informasi yang datang dari pancaindra  (Schunk, 2012: 7). Berikut ini  adalah contoh mengenai pandangan Plato, seorang ibu mengatakan pada anaknya tentang apel, maka anak tersebut akan mendengarkan ucapan ibunya dan melihat apel tersebut. Dari contoh tersebut, tentu yang menjadi pertanyaan bagaimana teori atau pandangan Plato berkaitan dengan kejadian tersebut? Bagaimana proses terjadinya respon anak terhadap ucapan ibunya?. Kata “apel” yang diucapkan ibunya akan direspons oleh anaknya melalui organ indra yaitu telinga. Kemudian berlanjut ke sistem saraf pendengaran dan menuju ke otak. Dalam pikiran inilah pandangan kuat Plato, yaitu semua pikiran manusia mengandung pengetahuan lengkap tentang semua ide. Jadi, dalam pikiran anak tersebut akan merasakan sensasi mendengar kata apel dan akan adanya ide untuk melihat apel serta ide untuk merasakan/menyentuh apel tersebut. Rangkaian inilah yang mendasari bahwa introspeksi atau analisis diri terkait didalam proses pengetahuan.
Riwayat Aristoteles dalam Gagasan Awal Empirisme
http://www.ariadnatucma.com.ar/wp-content/uploads/2010/11/Aristoteles.jpg            Aristoteles (384-322 SM) adalah salah satu murid Plato. Pada awalnya menganut ajaran Plato, namun kemudian berbeda pendapat dengan Plato. Perbedaan dasar antara kedua pemikir ini adalah sikap mereka terhadap informasi indriawi. Bagi Plato informasi indrawi itu adalah halangan dan merupakan sesuatu yang tidak bisa dipercaya. Aristoteles menganggap informasi indrawi adalah basis dari semua pengetahuan dan pengetahuan diperoleh dari penalaran atau pemikiran (Hergenhahn dan Olson, 2014:33).
Aristoteles merumuskan law of association (hukum asosiasi), pengalaman atau ingatan akan satu objek cenderung menimbulkan ingatan akan hal-hal yang serupa dengan objek itu (Hergenhahn dan Olson, 2014:34). Makin besar hubungan atau asosiasi antara dua objek atau dua ide, makin besar kemungkinannya ingatan terhadap satu objek atau ide memicu ingatan terhadap objek atau ide yang satunya. Berikut ini contoh mengenai pandangan Aristoteles mengenai pandangannya terhadap pengetahuan, seorang anak yang melihat apel dan anak tersebut ingin merasakan atau menyentuh apel tersebut. Ketika anak melihat apel, organ indra mata dan tangan akan berfungsi menuju ke sistem saraf untuk memberikan perintah ke otak dan dalam pikiran anak tersebut ingin melihat dan menyentuh apel tersebut. Dalam respons indra mata dan tangan inilah pandangan Aristoteles kuat, dimana informasi indriawi adalah basis dari semua pengetahuan. Perbedaan pandangan antara Plato dan Aristoteles terjadi dalam pikiran dan pengalaman pancaindra. Dalam pandangan Plato pikiran manusia akan menimbulkan ide, ide tersebut didapat dari intospeksi sedangkan pandangan Aristoteles dalam pikiran dipengaruhi oleh informasi indriawi.
Riwayat Jean Piaget dan Vygotsky dalam Gagasan Awal Konstruktivisme
Jean Piaget lahir pada 9 Agustus 1896, beliau adalah seorang filsuf, ilmuwan, psikolog, dan pendidik berkebangsaan Swiss yang terkenal karena hasil penelitiannya tentang anak-anak dan teori perkembangan. Menurut Piaget (Baharudin dan Wahyuni, 2009: 117) pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui pengalaman dan pemahaman berkembang semakin dalam dan kuat apabila selalu diuji oleh berbagai macam pengalaman baru. Pengalaman baru akan dihubungkan dengan struktur pengetahuan dalam otak manusia. Oleh karena itu, pada saat manusia belajar telah terjadi dua proses yaitu organisasi informasi dan proses adaptasi. Proses organisasi adalah proses ketika manusia menghubungkan informasi yang diterimanya dengan struktur-struktur pengetahuan yang sudah tersimpan atau sudah ada sebelumnya dalam otak, sehingga manusia dapat memahami sebuah informasi baru yang didapatnya dengan menyesuaikan informasi tersebut (Baharudin dan Wahyuni, 2009: 118). Proses adaptasi adalah proses yang menggabungkan pengetahuan yang diterima oleh manusia dan mengubah struktur pengetahuan yang sudah dimiliki dengan struktur pengetahuan baru (Baharudin dan Wahyuni, 2009: 118).
Salah satu konsep dasar pendekatan konstruktivisme dalam belajar adalah adanya interaksi social individu dengan lingkungannya. Menurut Vygotsky (Baharudin dan Wahyuni, 2009: 124), belajar adalah sebuah proses yang melibatkan dua elemen penting, yaitu biologi sebagai proses dasar dan psikososial sebagai proses lingkungan sosial. Pada saat manusia mendapatkan stimulus dari lingkungannya, manusia akan menggunakan fisiknya berupa alat indranya untuk menangkap stimulus tersebut, kemudian menggunakan saraf otak untuk pengolahan informasi.
Dengan demikian, paham konstruktivisme adalah suatu paham yang lebih memahami belajar sebagai kegiatan membangun atau menciptakan pengetahuan dari pikiran secara aktif dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalaman indriawi serta adanya interaksi dengan lingkungan.
Awal Psikologi Modern
Akar-akar teori pembelajaran terentang jauh ke masa lalu. Banyak persoalan dan pertanyaan yang diajukan oleh peneliti modern. Menurut Mueller dalam Schunk (2012: 6) awal mula psikologi sebagai sebuah ilmu pengetahuan sulit untuk disebutkan secara persis. Dalam buku “Theories Of Learning” disebutkan beberapa tokoh yang mengawali psikologi modern, seperti Descartes, Hobbes, Locke, Berkeley, Kant, Hume, dan Mill, sehingga nantinya dapat diketahui awal psikologi modern.
Rene Descartes
            Rene Descartes (1596-1650), seorang filsuf dan ahli matematika dari Perancis. Descartes menggunakan keraguan sebagai satu metode penelitian. Kenyataan bahwa ia meragukan menuntunnya pada keyakinan bahwa akal (pikiran) itu ada, sebagaimana disampaikan dalam sebuah ungkapan “aku berpikir, maka aku ada” (I think, therefore I am). Descartes membentuk dualisme pikiran dan tubuh. Descartes memandang tubuh manusia seperti mesin yang gerak-geriknya dapat diprediksi; dalam hal ini manusia sama seperti hewan. Descartes percaya bahwa manusia dan hewan secara fisiologi adalah sama, dan studi hewan dalam rangka mempelajari manusia mulai dihargai. Pikiran adalah bebas dan hanya dimiliki oleh manusia saja, sehingga Descartes bersandar pada innate idea (ide bawaan). Menurut Descartes ide bawaan bukan berasal dari pengalaman melainkan dari bagian integral dari pikiran. Dalam hal ini pandangan Descartes ada pengaruh Plato dalam filsafatnya

Thomas Hobbes
Hobbes (1588-1679) menentang gagasan dari Descartes bahwa ide bawaan adalah sumber pengetahuan. Hobbes berpendapat bahwa kesan indra adalah sumber dari semua pengetahuan dan perilaku manusia dikontrol oleh “hasrat-keinginan” dan “keengganan”. Dalam hal ini pandangan Hobbes ada pengaruh Aristoteles dalam filsafatnya.
John Locke
Locke (1632-1704) juga menentang gagasan ide bawaan. Menurut Locke, pikiran dari ide, dan ide datang dari pengalaman. Locke mengembangkan sebuah aliran pandangan yang karakteristiknya empirisme tetapi membatasi dirinya sehingga tidak sampai benar-benar eksperimental. Ide berasal dari pengalaman indrawi dan pikiran tersusun dari ide-ide yang telah dikombinasikan melalui refleksi dan refleksi adalah proses rasional.
George Berkeley
Berkeley (1685-1753) mengklaim bahwa Lock tidak melangkah cukup jauh. Berkeley masih dianggap empirisme karena dia percaya isi pikiran berasal dari pengalaman realitas eksternal. Realitas eksternal itu bukan material atau fisik, namun persepsi Tuhan; apa yang dialami melalui indra adalah ide Tuhan.
David Hume
David Hume (1711-1776) mengemukakan argumen bahwa manusia tidak bisa merasa pasti tentang lingkungan fisik, dia menambahkan bahwa manusia juga tidak tahu pasti soal ide. Hume percaya bahwa  pengetahuan manusia terdiri atas ide-ide yang datang dari pengalaman dan kemudian diasosiasikan melalui prinsip asosiasi.
Immanuel Kant
Kant (1724-1804) seorang ahli filsuf jerman. Kant mempertahankan rasionalisme dengan menunjukkan bahwa pikiran adalah sumber pengetahuan. Kant mempertahankan bahwa pengetahuan adalah bawaan, sehingga pandangan Immanuel Kant ada pengaruh Plato dalam filsafatnya.
John Stuart Mill
Mill (1806-1873) seorang empiris dan asosianis, tetapi ia menolak pandangan yang mengatakan bahwa ide-ide sederhana berpadu dengan tatanan-tatanan yang teratur untuk membentuk ide-ide yang lebih kompleks. Dalam hal ini Mill memodifikasi pendapat empiris bahwa semua ide bagian dari stimulus indriawi.
Dari beberapa tokoh besar di atas dapat dikatakan bahwa dua pandangan yang ada pada asal atau awal psikologi modern adalah pandangan rasionalisme dan empirisme, sedangkan konstruktivisme muncul setelah adanya perpanduan antara empirisme dan rasionalisme. Rasionalisme adalah pandangan yang mengajarkan bahwa pengetahuan berasal dari pikiran. Tokoh besar dalam pandangan rasionalisme adalah Plato, Descartes, dan Kant. Empirisme adalah pandangan yang mengajarkan bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman pancaindra. Tokoh besar dalam pandangan empirisme adalah Aristoteles, Hobbes, Locke, Bekerey, dan Mill. Konstruktivisme adalah suatu paham yang lebih memahami belajar sebagai kegiatan membangun atau menciptakan pengetahuan dari pikiran secara aktif dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalaman indriawi. Tokoh besar konstruktivisme adalah Jean Piaget dan Vygotsky. Berikut ini adalah contoh dari masing-masing gagasan awal pembelajaran:
1.      Dalam proses pembelajaran sekolah dasar, guru memberikan pembelajaran mengenai bahaya bermain api dengan menunjukan gambar kebakaran rumah. Analisis dalam pembelajaran bahaya bermain api adalah akan timbul respons dari anak melalui pemikirannya tentang bahaya bermain api. Pemikiran inilah yang mendasari pandangan rasionalisme.
2.      Pada proses pembelajaran lompat jauh, siswa akan diberikan arahan cara melakukan lompatan dengan baik. Langkah-langkah melakukan lompat jauh adalah sprint, tolakan satu kaki, melayang, dan mendarat. Ketika melakukan tolakan satu kaki banyak anak yang melakukan kesalahan, baik melewati papan tumpuan maupun keraguan melakukan tolakan. Melalui latihan yang berulang-ulang, siswa dapat melakukan lompatan dengan baik. Analisis dari kejadian ini adalah pengulangan latihan yang melibatkan pengalaman indriawi, sehingga siswa dapat melakukan lompatan dengan baik.
3.      Pada Sekolah Menengah Atas pembelajaran penjasorkes yang seharusnya dilakukan di lapangan, namun dilakukan di dalam kelas  karena kondisi sedang hujan. Pelajaran diberikan melalui video tentang permainan basket. Siswa merspons dengan menonton video tersebut, dan melalui pengalamannya ketika SMP, siswa akan lebih memahami tentang cara bermain basket yang baik dan benar.
Pengaruh Historis Lain terhadap Pembelajaran
Adanya historis-historis lain akan mendukung dan memengaruhi hal-hal yang terkait dalam pembelajaran, sehingga nantinya suatu pembelajaran akan lebih efektif, efisien, dan mencapai tujuan dari belajar itu sendiri. Adapun historis-historis tersebut adalah sebagai berikut:
Thomas Reid
Thomas Reid (1710-1796) percaya bahwa pikiran memiliki kekuatan sendiri, yang sangat memengaruhi cara untuk memandang dunia. Reid mengemukakan 27 fakultas pikiran, yang kebanyakan di antaranya adalah bawaan. Keyakinan akan fakultas pikiran ini disebut dengan faculty psychology (psikologi fakultas). Pandangan psikologi fakultas ini adalah capuran dari konstruktivisme, rasionalisme, dan empirisisme.
Franz Joseph Gall
Gall (1758-1828) berasumsi pertama, psikologi fakultas terletak di lokasi tertentu di otak. Kedua, fakultas pikiran itu tidak sama untuk setiap individu. Ketiga, jika suatu fakultas pikiran berkembang baik, akan ada benjolan di bagian tengkorak kepala yang berhubungan dengan tempat fakultas pikiran otak itu. Jika fakultas itu tidak berkembang baik, akan tampak cekungan di tengkorak. Gall mengembangkan diagram yang menunjukan fakultas-fakultas di beberapa bagian tengkorak. Analisis tersebut dinamakan phrenology.
Charles Darwin
Darwin (1809-1882) mendukung gagasan evolusi biologis. Darwin mengubah semua pemikiran tentang sifat manusia. Manusia dilihat sebagai kombinasi dari warisan biologis dan pengalaman hidup. Fungsi perilaku sebagai cara menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Herman Ebbinghaus
Herman Ebbinghaus (1850-1909) adalah ahli riset yang amat cermat dan mengulangi eksperimennya selama bertahun-tahun sebelum dia memublikasikan hasil risetnya tahun 1885. Salah satu prinsip penting dari asosiasi adalah hukum frekuensi, yang menjadi fokus riset Ebbinghaus. Hukum frekuensi menyatakan bahwa semakin sering suatu pengalaman terjadi, semakin mudah pengalaman itu diingat atau dilakukan lagi. Dalam riset Ebbinghaus memori mendapat kekuatan melalui repetisi, dan tingkat lupa sangat cepat untuk beberapa jam pertama setelah pengalaman belajar.
Mazhab Psikologi Awal
Voluntarisme
Mazhab psikologi pertama adalah voluntarism (voluntarisme), dan aliran ini didirikan oleh Wundt (1832-1920), tujuan Wundt adalah mempelajari kesadaran sebagaimana ia alami secara langsung dan Wunt mendirikan laboratorium pertama tahun 1879 (Hergenhahn dan Olson, 2014: 45). Studi yang dilakukan oleh Wundt terbatas pengaruhnya terhadap teori psikologi karena hanya mencakup hal-hal tertentu. Terutama mengenai aspek pikiran hanya dapat di pelajari secara tidak langsung melalui observasi dengan mempelajari agama, moral, seni, adat, mitos dan hukum. Penekanan aliran Wundt ada pada kehendak, manusia dapat memilih secara selektif terhadap elemen yang masuk dalam pikiran yang diinginkan, sehingga mudah dipahami. Penekanan Wundt pada kehendak pikiran, inilah yang dinamakan voluntarism (voluntarisme) sehingga dapat dikatakan voluntarisme adalah aliran atau mazhab yang penekanan pikirannya ada pada kehendak yang diinginkan agar mudah untuk diingat dan dipahami.
Ketika dalam pembelajaran penjasorkes disekolah materi atletik, pembelajaran untuk lompat jauh. Seorang guru memberikan arahan mengenai teknik lompatan yang baik. Tidak semua siswa akan merespons dengan baik. Seorang siswa mengalami kesulitan ketika melakukan tolakan setelah awalan lari. Ada kecemasan dalam melakukan tolakan pada papan tumpuan karena jika terlewati lompatannya dianggap tidak sah. Disinilah seorang siswa menekankan pada pikirannya agar hasil lompatanya sah, jadi melakukan tolakan tidak pada papan tolakan melainkan sebelum papan tolakan.
Strukturalisme
Strukturalisme didirikan oleh Titchener (1867-1927) adalah siswa dari Wundt. Pada tahun 1892 Edward mendirikan laboratorium di Cornell University (Schunk, 2012: 12). Alat utama yang dipakai oleh aliran struktural adalah introspeksi (introspection) yaitu sebuah tipe analisis diri. Introspeksi adalah sebuah metode yang memerlukan latihan agar introspeksionis dapat mengetahui kapan seorang individu meneliti proses pikiran sadarnya sendiri. Inilah yang sering menjadi permasalahan dan tidak bisa diandalkan, karena belum tentu seorang introspeksionis mengetahui kapan seorang individu meneliti pikirannya sendiri. Dapat dikatakan bahwa introspeksi bukan metode yang tepat untuk meneliti proses mental yang lebih tinggi seperti penjelasan logis, pemecahan masalah, dan lain-lain. Mazhab strukturalisme tidak dapat bertahan lama selain dikarenakan semakin berkembangnya aliran fungsionalisme.
Fungsionalisme
Pelopor aliran fungsionalisme adalah James (1842-1910) (Hergenhahn dan Olson, 2014: 47).  Dalam buku “The Principles Of Psycology” James menekankan bahwa manusia adalah makhluk rasional dan irasional (emosional). Hal inilah yang menunjukan arti pentingnya pemahaman dasar biologis dari peristiwa mental dan menyarankan studi hewan dalam rangka mempelajari manusia secara mendalam dan kegunaannya untuk penyesuaian diri terhadap lingkungannya. Aliran fungsionalisme dipengaruhi oleh teori evolusi Darwin, untuk meneliti penggunaan proses-proses mental dalam membatu organisme menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Ketika seorang bayi melihat lilin yang menyala, lalu bayi tersebut ingin menggapai dan memegangnya. Lilin yang terlihat oleh mata merupakan stimulus dan menggapainya adalah respons. Ketika tangan bayi tersebut menggapai lilin tersebut dan terkena tetesan lilin sehingga timbul rasa sakit inilah sebuah stimulus yang mendorong respons untuk menjatuhkan lilin dari tangannya. Kontribusi utama fungsionalis untuk teori belajar adalah mempelajari hubungan kesadaran dengan lingkungan, untuk memperbaiki informasi yang dapat dipakai guna meningkatkan kondisi manusia dan menjadikan proses belajar dapat lebih baik dan semakin inovatif.
Behaviorisme
Pendiri aliran behaviorism (behaviorisme) adalah Watson (1878-1958), yang mengatakan bahwa kesadaran hanya dapat dipelajari melalui proses introspeksi, dan itu adalah alat riset yang tidak bisa diandalkan (Hergenhahn dan Olson, 2014: 48). Aliran behaviorisme menganggap kesadaran tidak dapat dipelajari secara reliabel dan kajian utama behaviorisme mengenai perilaku, karena perilaku dapat dikaji secara langsung, yang dipelajari dalam psikologi harus diekspresikan melaui perilaku. Mempelajari perilaku manusia sehingga bisa mengambil kesimpulan mengenai proses yang diyakini merupakan sebab dari perubahan perilaku yang  dilihat. Dalam hal ini proses tersebut dinamakan belajar. Ketika seorang siswa melakukan suatu gerakan yang timbul baik berupa mendengar atau melihat dihasilkan dari stimulus yang muncul secara spontan. Selanjutnya, akan terjadi keserasian gerak, yaitu satu gerakan awal menghasilkan gerakan pertama, kemudian kedua, gerakan ketiga, gerakan keempat, dan seterusnya. Gerakan tersebut membentuk rangkaian yang terus-menerus yang otomatis menjadi kebiasaan dengan dilakukan secara berulang-ulang. Pengulangan tersebut bukan dimaksudkan untuk memperkuat hubungan, tetapi untuk membina atau memasangkan stimulus yang cocok dengan respons yang diharapkan. Gerakan yang timbul dan stimuli inilah yang memungkinkan sampai sejauh mana perubahan perilaku siswa dalam melakukan rangkaian gerakan.
Konstruktivisme
            Konstruktivisme adalah suatu paham yang lebih memahami belajar sebagai kegiatan membangun atau menciptakan pengetahuan dari pikiran secara aktif dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalaman indrawi. Pandangan inilah yang mendasari ide atau gagasan awal dalam teori belajar sebelum terjadi apa itu belajar, teori belajar, ciri-ciri teori belajar, hasil belajar, maupun masalah dalam pembelajaran. Pendekatan belajar konstruktivisme memiliki beberapa sterategi dalam proses belajar. Menurut Slavin (1994) dalam Baharuddin dan Wahyuni (2009:127-128) strategi-strategi belajar konstruktivisme yaitu:
1.      Top down processing, yaitu belajar dimulai dari masalah yang kompleks untuk dipecahkan, kemudian menghasilkan atau menemukan keterampilan yang dibutuhkan.
2.      Cooperative learning, yaitu strategi belajar dengan berpasangan atau berkelompok yang dilakukan secara diskusi untuk penyelesaian suatu masalah.
3.      Generative learning, yaitu strategi yang menekankan pada integrasi yang aktif antara materi dan pengetahuan yang baru. Diharapkan dengan strategi generatif siswa menjadi lebih melakukan proses adaptasi ketika menghadapi stimulus baru.
Dari lima mazhab diatas dapat dikatakan memiliki kajian fokus masing-masing, kesemuanya mempengaruhi dan mempunyai tujuan dalam memperbaiki proses belajar dan pembelajaran hingga saat ini. Awal atau gagasan dalam pembelajaran sering kali kurang menjadi perhatian, karena sebagian terfokus oleh perkembangan teori belajar. Hal terpenting dalam keberhasilan adalah sejarah atau awal, bagaimana keberhasilan itu terjadi.
Implementasi Gagasan Awal dalam Pembelajaran Penjasorkes
Ide atau gagasan awal dalam belajar sangat berkaitan dengan pembelajaran pendidikan jasmani, kesehatan, dan rekreasi. Jika tidak ada gagasan awal tentang proses pembelajaran, maka hingga saat ini tidak akan ada belajar dan pembelajaran. Menurut Rahyubi (2012:6), belajar adalah segenap rangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran berdasarkan pancaindra dan pengalamannya. Belajar merupakan pembentukan kebiasaan yang terjadi karena adanya interaksi antara organisme dan lingkungan sehingga mampu mengakibatkan perubahan perilaku organisme tersebut. Interaksi yang ditunjukkan berupa stimulus dan respons. Stimulus dalam proses belajar dapat dikondisikan atau dibuat sedemikian rupa sehingga respons yang dikehendaki dapat terjadi. Keberhasilan pembelajaran dan ketercapaian tujuan akhir pembelajaran yang telah ditetapkan akan sangat dipengaruhi oleh kegiatan awal pembelajaran yang dilakukan guru, salah satunya yaitu apersepsi. Apersepsi adalah pengamatan secara sadar (pengkayatan) tentang segala sesuatu di jiwanya sendiri  dan landasan untuk penerimaan ide baru. Apersepsi yang diberikan guru diharapkan akan meningkatkan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran penjas, sehingga siswa akan bersungguh-sungguh selama proses pembelajaran berlangsung dan akan berdampak posistif pada hasil yang ingin dicapai.
Dalam pembelajaran olahraga atletik lompat jauh, tentu yang menjadi pertanyaan adalah olahraga atletik itu olahraga yang seperti apa? Bagaimana melakukan olahraga lompat jauh? Apa saja peraturan dalam lompat jauh? Terkdang satu hal yang sering terlupakan adalah mengenai sejarah, sejarah olahraga atletik itu sendiri. Disinilah para pendidik tidak hanya mengajarkan olahraga tersebut atau menjelaskan tentang peraturannya, pendidik juga harus memberikan penjelasan mengenai sejarah olahraga atletik tersebut. Diharapkan melalui pembelajaran sejarah olahraga, peserta didik mendapatkan nilai historis yaitu lebih menghargai terhadap sesuatu, baik kaitannya dengan pembelajaran, pemberian, teman, guru, orang tua, maupun lingkungan.
PENUTUP
Kesimpulan
Ide adalah rancangan yang tersusun di dalam pikiran; gagasan. Ide atau gagasan awal dalam pembelajaran adalah adanya rancangan pemikiran dua tokoh besar Plato dan Aristoteles mengenai pandangannya terhadap pengetahuan, sehingga ada aliran pandangan rasionalisme dan empirisme. Dari padangan inilah, lalu dikembangkan oleh Jean Piaget dan Vygotsky menjadi konstruktivisme. Rasionalisme adalah paham yang menekankan sumber pengetahuan berasal dari akal atau pikiran secara aktif. Empirisme adalah suatu paham yang menekankan sumber pengetahuan berasal dari pengalaman indriawi. Konstruktivisme adalah suatu paham yang lebih memahami belajar sebagai kegiatan membangun atau menciptakan pengetahuan dari pikiran secara aktif dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalaman indriawi serta adanya interaksi dengan lingkungan. Pandangan-pandangan tersebut akan dikembangkan menjadi bagian-bagian dari pembelajaran seperti model belajar, strategi belajar, yang tujuannya untuk pembelajaran yang lebih inovatif. Keberhasilan pembelajaran dan ketercapaian tujuan akhir pembelajaran yang telah ditetapkan akan sangat dipengaruhi oleh kegiatan awal pembelajaran yang dilakukan guru, cara penyampaian materi, dan kegiatan penutup. Diharapakan melalui pembelajaran inilah ada perubahan perilaku siswa dalam pencapaian pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin dan Wahyuni, Esa Nur. 2009. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Hergenhahn, B. R., dan Olson, M. H. (2014). Theories of Learning, Edisi Ketujuh. Jakarta: Kencana.
Rahyubi, Heri. 2012. Teori-Teori Belajar Dan Aplikasi Pembelajaran Motoric Diskripsi Dan Tinjauan Kritis. Bandung : Nusa Media.
Schunk, Dale.H. (2012).Learning Theories An Educational Perspective (Teori-teori pembelajaran perspektif pendidikan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Siregar, Eveline dan Hartini Nara.(2011). Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.
Thobroni, Muhammad dan Arif Mustofa. (2013). Belajar dan Pembelajaran; Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional.------






Tidak ada komentar:

Posting Komentar