IDE (GAGASAN) MENGENAI PEMBELAJARAN
Oleh:
Margi Asih, S.Pd.
Ide adalah sebuah rancangan yang
tersusun didalam pikiran atau gagasan. Ide inilah yang mendasari mengenai
pembelajaran. Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi perubahan tingkah
laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut yang bersifat
pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), dan sikap (afektif). Ide
atau gagasan mengenai belajar dan pembelajaran terbagi menjadi tiga, yaitu
rasionalisme, empirisme, dan konstruktivisme.
Rasionalisme adalah paham yang
menekankan sumber pengetahuan berasal dari akal atau pikiran, sehingga pikiran
akan berperan secara aktif dalam penyampaian informasi mengenai pengetahuan. Empirisme
adalah suatu paham yang menekankan sumber pengetahuan berasal dari pengalaman
indriawi. Konstruktivisme adalah suatu paham yang lebih memahami belajar sebagai kegiatan membangun atau
menciptakan pengetahuan dari pikiran secara aktif dengan memberi makna pada
pengetahuannya sesuai dengan pengalaman indriawi serta adanya interaksi dengan
lingkungan.
Proses
belajar dan pembelajaran akan menjadi lebih baik secara pengetahuan,
karakter,psikologi dan psikomotor, jika adanya pemahaman tentang ide atau
gagasan mengenai pembelajaran. Belajar merupakan pembentukan
kebiasaan yang terjadi karena adanya interaksi antara organisme dan lingkungan
sehingga mampu mengakibatkan perubahan perilaku organisme tersebut, sehingga
belajar adalah proses penting dalam kehidupan.
Kata
kunci: Rasionalisme, Empirisme, dan Konstruktivisme
PENDAHULUAN
Manusia merupakan makhluk
Tuhan yang paling sempurna. Manusia dibekali akal dan pikiran. Dengan akal dan
pikiran manusia dapat belajar tentang hal-hal yang berkaitan dengan kelangsungan hidupnya.
Manusia belajar sejak lahir hingga akhir hayat dan kehidupan
manusia tidak lepas dari yang namanya belajar. Ini disebabkan oleh rasa ingin tahu manusia yang tinggi, dengan rasa ingin tahu ini setiap
orang pasti punya usaha untuk belajar demi mencapai tujuan. Seorang
bayi mencoba mengusai keterampilan-keterampilan yang sederhana seperti memegang
berbagai benda dan mengenal orang di sekelilingnya. Pada masa anak-anak dan
remaja, sejumlah sikap, nilai, kemampuan diri mulai dikuasai, dan setelah
dewasa manusia akan mahir dalam aktivitas tertentu. Kemampuan manusia untuk
belajar merupakan karakteristik penting yang membedakan manusia dengan makhluk
hidup lainnya. Belajar mempunyai keuntungan, baik bagi individu maupun
masyarakat. Bagi individu, kemampuan belajar secara terus-menerus akan
meningkatkan kualitas hidupnya, sedangkan bagi masyarakat belajar berperan
penting dalam mentransmisikan budaya dan pengetahuan dari generasi ke generasi
selanjutnya.
Belajar adalah
suatu aktivitas seseorang untuk mencapai kepandaian atau ilmu yang tidak
dimiliki sebelumnya (Rahyubi, 2012: 2). Belajar merupakan sebuah proses yang
kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak
masih bayi hingga liang lahat. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah
belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah
laku tersebut menyangkut yang bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan
(psikomotor), dan sikap (afektif) (Siregar, 2011: 3). Belajar adalah setiap
perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu
hasil dari latihan atau pengalaman (Purwanto dalam Thobroni, 2013: 20). Pendapat
di atas dapat disimpulkan belajar adalah salah satu usaha yang dilakukan untuk
mencapai perubahan yang relatif tetap, baik perubahan pengetahuan dan perubahan
sikap maupun perubahan keterampilan.
Pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik
agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan
kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta
didik (Rahyubi, 2012: 6). Pembelajaran tidak hanya dialami oleh peserta didik
melainkan semua manusia sepanjang hayat, serta berlaku di mana pun dan kapan
pun. Proses pembelajaran akan membuat manusia menjadi insane yang lebih baik,
berkarakter, memiliki keahlian, dan berguna bagi masyarakat luas. Dalam proses
belajar dan pembelajaran perlu adanya rekayasa sistem lingkungan yang
mendukung. Penciptaan sistem lingkungan yaitu menyiapkan kondisi lingkungan
yang kondusif bagi peserta didik. Kondisi dapat berupa sejumlah tugas-tugas
sekolah, menyediakan sarana dan prasarana sekolah. Berikut adalah skema proses
belajar dan hasil akhir yang seharusnya dicapai (Rahyubi, 2012: 4).
Dalam memahami suatu
pembelajaran, tentu akan timbul suatu pertanyaan, Apa yang mendasari atau
gagasan dalam pembelajaran?, Bagaimana epistimologi gagasan awal dalam
pembelajaran?, Apa pengaruhnya terhadap teori-teori belajar?. Menurut
Hergenhahn dan Olson (2014: 30) dalam bukunya “The Teories of Learning” mengatakan dua pandangan yang mendasari
gagasan awal tentang belajar yakni pandangan Plato dan Aristoteles. Plato
percaya bahwa pengetahuan adalah diwariskan, dan karenanya merupakan komponen
natural dari pikiran manusia. Menurut plato, seseorang mendapatkan pengetahuan
dengan merenungi isi dari pikiran seseorang. Aristoteles percaya bahwa
pengetahuan berasal dari pengalaman indriawi dan tidak diwariskan. Meskipun
Plato percaya bahwa pengetahuan diwariskan dan Aristoteles percaya bahwa
pengetahuan berasal dari pengalaman indriawi, keduanya menunjukan contoh dari rationalism (rasionalisme) karena
keduanya percaya bahwa pikiran secara aktif terlibat dalam perolehan pengetahuan.
Pandangan Plato dan
Aristoteles mengenai hakikat pengetahuan berperan penting dalam sejarah teori
belajar dan pembelajaran. Tujuan dari mempelajari ide atau gagasan awal dalam
pembelajaran untuk mengetahui, memahami, dan mengimplementasikannya dalam
kegiatan belajar dan pembelajaran khususnya penjasorkes.
PEMBAHASAN
Epistemology Gagasan Awal dalam Pembelajaran
Epistemology
mengacu
pada studi tentang asal mula, karakteristik, batasan, dan metode pengetahuan (Schunk,
2012: 6). Epistemology (epistemologi)
adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan hakikat pengetahuan. Epistemolog
mengajukan pertanyaan seperti apa itu pengetahuan? Apa yang bisa kita tahu? Apa
batas pengetahuan? Darimana asal pengetahuan? Pertanyaan-pertanyaan tersebut
sudah ada sejak masa Yunani Kuno. Pandangan Plato dan Aristoteles tentang
hakikat pengetahuan telah mempengaruhi filsafat hingga saat ini. Plato percaya
bahwa pengetahuan adalah diwariskan, dan karenanya merupakan komponen natural
dari pikiran manusia. Menurut plato, seseorang mendapatkan pengetahuan dengan
merenungi isi dari pikiran seseorang. Aristoteles percaya bahwa pengetahuan
berasal dari pengalaman indriawi dan tidak diwariskan (Hergenhahn dan Olson,
2014:30).
Suatu aliran dapat
dikatakan rasionalis, empirisme, atau konstruktivisme berdasarkan penekanan
karyanya. Rasionalisme adalah paham yang menekankan sumber pengetahuan berasal
dari akal atau pikiran secara aktif. Empirisme adalah suatu paham yang
menekankan sumber pengetahuan berasal dari pengalaman indriawi. Konstruktivisme
adalah suatu paham yang lebih
memahami belajar sebagai kegiatan membangun atau menciptakan pengetahuan dari
pikiran secara aktif dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan
pengalaman indriawi serta adanya interaksi dengan lingkungan. Pandangan
inilah yang mendasari ide atau gagasan awal dalam teori belajar sebelum terjadi
apa itu belajar, teori belajar, ciri-ciri teori belajar, hasil belajar, maupun
masalah dalam pembelajaran. Dari pandangan inilah, kemudian dikembangkan
sehingga kegiatan belajar dan pembelajaran lebih efektif, efisien dan inovatif.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Suharso, 2014:173), ide adalah rancangan yang tersusun di dalam pikiran; gagasan.
Dapat dikatakan bahwa ide atau gagasan awal dalam pembelajaran adalah adanya
rancangan pemikiran dua tokoh besar Plato dan Aristoteles mengenai pandangannya
terhadap pengetahuan, sehingga ada aliran pandangan rasionalisme, empirisme,
dan konstruktivisme. Dari padangan inilah, dikembangkan menjadi bagian-bagian
penting dalam proses pembelajaran yang inovatif, kreatif, dan efektif.
Riwayat
Plato dalam Gagasan Awal Rasionalisme
Plato (427-347) adalah
murid paling terkenal dari filsuf Socrates (Hergenhahn dan Olson, 2014: 32). Ajaran
Socrates ditulis oleh Plato untuk menunjukan pendekatan socratik terhadap
pengetahuan dan sebagai kenangan tentang guru besarnya. Belakangan tulisan
tersebut merupakan pandangan filsafat Plato sendiri dan tidak ada kaitannya
dengan Socrates. Setelah Socrates dihukum mati, Plato mengasingkan diri ke
Italia. Pandangannya mulai terpengaruhi oleh kaum Pythagorean. Kaum Ptyhagorean
percaya bahwa alam semesta diatur oleh hubungan-hubungan numeric (angka), sehingga pandangan Plato tentang pengetahuan
dipengaruhi oleh gagasan Ptyhagorean bahwa hal-hal abstrak memiliki eksistensi
tersendiri dan berpengaruh.
Plato meyakini bahwa
benda-benda (misalnya rumah, pohon) ditampilkan pada manusia melalaui pancaindra,
sementara tiap-tiap individu memperoleh ide-ide dari nalar atau berpikir
tentang apa yang mereka ketahui. Pikiran manusia telah terstruktur dari lahir
untuk tujuan berpikir dan memberikan makna pada informasi-informasi yang datang
dari pancaindra (Schunk, 2012: 7). Berikut
ini adalah contoh mengenai pandangan
Plato, seorang ibu mengatakan pada anaknya tentang apel, maka anak tersebut
akan mendengarkan ucapan ibunya dan melihat apel tersebut. Dari contoh tersebut,
tentu yang menjadi pertanyaan bagaimana teori atau pandangan Plato berkaitan
dengan kejadian tersebut? Bagaimana proses terjadinya respon anak terhadap
ucapan ibunya?. Kata “apel” yang diucapkan ibunya akan direspons oleh anaknya
melalui organ indra yaitu telinga. Kemudian berlanjut ke sistem saraf
pendengaran dan menuju ke otak. Dalam pikiran inilah pandangan kuat Plato,
yaitu semua pikiran manusia mengandung pengetahuan lengkap tentang semua ide. Jadi,
dalam pikiran anak tersebut akan merasakan sensasi mendengar kata apel dan akan
adanya ide untuk melihat apel serta ide untuk merasakan/menyentuh apel
tersebut. Rangkaian inilah yang mendasari bahwa introspeksi atau analisis diri
terkait didalam proses pengetahuan.
Riwayat
Aristoteles dalam Gagasan Awal Empirisme
Aristoteles (384-322
SM) adalah salah satu murid Plato. Pada awalnya menganut ajaran Plato, namun
kemudian berbeda pendapat dengan Plato. Perbedaan dasar antara kedua pemikir
ini adalah sikap mereka terhadap informasi indriawi. Bagi Plato informasi indrawi
itu adalah halangan dan merupakan sesuatu yang tidak bisa dipercaya. Aristoteles
menganggap informasi indrawi adalah basis dari semua pengetahuan dan
pengetahuan diperoleh dari penalaran atau pemikiran (Hergenhahn dan Olson,
2014:33).
Aristoteles merumuskan law of association (hukum asosiasi),
pengalaman atau ingatan akan satu objek cenderung menimbulkan ingatan akan
hal-hal yang serupa dengan objek itu (Hergenhahn dan Olson, 2014:34). Makin
besar hubungan atau asosiasi antara dua objek atau dua ide, makin besar kemungkinannya
ingatan terhadap satu objek atau ide memicu ingatan terhadap objek atau ide
yang satunya. Berikut ini contoh mengenai pandangan Aristoteles mengenai
pandangannya terhadap pengetahuan, seorang anak yang melihat apel dan anak
tersebut ingin merasakan atau menyentuh apel tersebut. Ketika anak melihat
apel, organ indra mata dan tangan akan berfungsi menuju ke sistem saraf untuk
memberikan perintah ke otak dan dalam pikiran anak tersebut ingin melihat dan
menyentuh apel tersebut. Dalam respons indra mata dan tangan inilah pandangan
Aristoteles kuat, dimana informasi indriawi adalah basis dari semua
pengetahuan. Perbedaan pandangan antara Plato dan Aristoteles terjadi dalam
pikiran dan pengalaman pancaindra. Dalam pandangan Plato pikiran manusia akan menimbulkan
ide, ide tersebut didapat dari intospeksi sedangkan pandangan Aristoteles dalam
pikiran dipengaruhi oleh informasi indriawi.
Riwayat Jean Piaget dan Vygotsky
dalam Gagasan Awal Konstruktivisme
Jean Piaget lahir pada
9 Agustus 1896, beliau adalah seorang filsuf, ilmuwan, psikolog, dan pendidik
berkebangsaan Swiss yang terkenal karena hasil penelitiannya tentang anak-anak
dan teori perkembangan. Menurut Piaget (Baharudin dan Wahyuni, 2009: 117)
pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui pengalaman dan pemahaman berkembang
semakin dalam dan kuat apabila selalu diuji oleh berbagai macam pengalaman
baru. Pengalaman baru akan dihubungkan dengan struktur pengetahuan dalam otak
manusia. Oleh karena itu, pada saat manusia belajar telah terjadi dua proses yaitu
organisasi informasi dan proses adaptasi. Proses organisasi adalah proses ketika
manusia menghubungkan informasi yang diterimanya dengan struktur-struktur
pengetahuan yang sudah tersimpan atau sudah ada sebelumnya dalam otak, sehingga
manusia dapat memahami sebuah informasi baru yang didapatnya dengan
menyesuaikan informasi tersebut (Baharudin dan Wahyuni, 2009: 118). Proses
adaptasi adalah proses yang menggabungkan pengetahuan yang diterima oleh
manusia dan mengubah struktur pengetahuan yang sudah dimiliki dengan struktur
pengetahuan baru (Baharudin dan Wahyuni, 2009: 118).
Salah satu konsep dasar
pendekatan konstruktivisme dalam belajar adalah adanya interaksi social
individu dengan lingkungannya. Menurut Vygotsky (Baharudin dan Wahyuni, 2009:
124), belajar adalah sebuah proses yang melibatkan dua elemen penting, yaitu
biologi sebagai proses dasar dan psikososial sebagai proses lingkungan sosial. Pada
saat manusia mendapatkan stimulus dari lingkungannya, manusia akan menggunakan
fisiknya berupa alat indranya untuk menangkap stimulus tersebut, kemudian
menggunakan saraf otak untuk pengolahan informasi.
Dengan
demikian, paham konstruktivisme adalah suatu paham yang lebih memahami belajar sebagai kegiatan membangun atau
menciptakan pengetahuan dari pikiran secara aktif dengan memberi makna pada
pengetahuannya sesuai dengan pengalaman indriawi serta adanya interaksi dengan
lingkungan.
Awal
Psikologi Modern
Akar-akar teori
pembelajaran terentang jauh ke masa lalu. Banyak persoalan dan pertanyaan yang
diajukan oleh peneliti modern. Menurut Mueller dalam Schunk (2012: 6) awal mula
psikologi sebagai sebuah ilmu pengetahuan sulit untuk disebutkan secara persis.
Dalam buku “Theories Of Learning”
disebutkan beberapa tokoh yang mengawali psikologi modern, seperti Descartes,
Hobbes, Locke, Berkeley, Kant, Hume, dan Mill, sehingga nantinya dapat diketahui
awal psikologi modern.
Rene
Descartes
Rene
Descartes (1596-1650), seorang filsuf dan ahli matematika dari Perancis.
Descartes menggunakan keraguan sebagai satu metode penelitian. Kenyataan bahwa
ia meragukan menuntunnya pada keyakinan bahwa akal (pikiran) itu ada,
sebagaimana disampaikan dalam sebuah ungkapan “aku berpikir, maka aku ada” (I think, therefore I am). Descartes membentuk dualisme pikiran
dan tubuh. Descartes memandang tubuh manusia seperti mesin yang gerak-geriknya
dapat diprediksi; dalam hal ini manusia sama seperti hewan. Descartes percaya
bahwa manusia dan hewan secara fisiologi adalah sama, dan studi hewan dalam
rangka mempelajari manusia mulai dihargai. Pikiran adalah bebas dan hanya
dimiliki oleh manusia saja, sehingga Descartes bersandar pada innate idea (ide bawaan). Menurut
Descartes ide bawaan bukan berasal dari pengalaman melainkan dari bagian
integral dari pikiran. Dalam hal ini pandangan Descartes ada pengaruh Plato
dalam filsafatnya
Thomas
Hobbes
Hobbes (1588-1679)
menentang gagasan dari Descartes bahwa ide bawaan adalah sumber pengetahuan. Hobbes
berpendapat bahwa kesan indra adalah sumber dari semua pengetahuan dan perilaku
manusia dikontrol oleh “hasrat-keinginan” dan “keengganan”. Dalam hal ini
pandangan Hobbes ada pengaruh Aristoteles dalam filsafatnya.
John
Locke
Locke
(1632-1704) juga menentang gagasan ide bawaan. Menurut Locke, pikiran dari ide,
dan ide datang dari pengalaman. Locke mengembangkan sebuah aliran pandangan
yang karakteristiknya empirisme tetapi membatasi dirinya sehingga tidak sampai
benar-benar eksperimental. Ide berasal dari pengalaman indrawi dan pikiran
tersusun dari ide-ide yang telah dikombinasikan melalui refleksi dan refleksi
adalah proses rasional.
George
Berkeley
Berkeley (1685-1753)
mengklaim bahwa Lock tidak melangkah cukup jauh. Berkeley masih dianggap
empirisme karena dia percaya isi pikiran berasal dari pengalaman realitas eksternal.
Realitas eksternal itu bukan material atau fisik, namun persepsi Tuhan; apa
yang dialami melalui indra adalah ide Tuhan.
David
Hume
David
Hume (1711-1776) mengemukakan argumen bahwa manusia tidak bisa merasa pasti
tentang lingkungan fisik, dia menambahkan bahwa manusia juga tidak tahu pasti
soal ide. Hume percaya bahwa pengetahuan
manusia terdiri atas ide-ide yang datang dari pengalaman dan kemudian
diasosiasikan melalui prinsip asosiasi.
Immanuel Kant
Kant
(1724-1804) seorang ahli filsuf jerman. Kant mempertahankan rasionalisme dengan
menunjukkan bahwa pikiran adalah sumber pengetahuan. Kant mempertahankan bahwa
pengetahuan adalah bawaan, sehingga pandangan Immanuel Kant ada pengaruh Plato
dalam filsafatnya.
John
Stuart Mill
Mill (1806-1873)
seorang empiris dan asosianis, tetapi ia menolak pandangan yang mengatakan
bahwa ide-ide sederhana berpadu dengan tatanan-tatanan yang teratur untuk
membentuk ide-ide yang lebih kompleks. Dalam hal ini Mill memodifikasi pendapat
empiris bahwa semua ide bagian dari stimulus indriawi.
Dari
beberapa tokoh besar di atas dapat dikatakan bahwa dua pandangan yang ada pada
asal atau awal psikologi modern adalah pandangan rasionalisme dan empirisme,
sedangkan konstruktivisme muncul setelah adanya perpanduan antara empirisme dan
rasionalisme. Rasionalisme adalah pandangan yang mengajarkan bahwa pengetahuan
berasal dari pikiran. Tokoh besar dalam pandangan rasionalisme adalah Plato,
Descartes, dan Kant. Empirisme adalah pandangan yang mengajarkan bahwa
pengetahuan berasal dari pengalaman pancaindra. Tokoh besar dalam pandangan
empirisme adalah Aristoteles, Hobbes, Locke, Bekerey, dan Mill. Konstruktivisme
adalah suatu paham yang lebih
memahami belajar sebagai kegiatan membangun atau menciptakan pengetahuan dari
pikiran secara aktif dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan
pengalaman indriawi. Tokoh besar konstruktivisme adalah Jean Piaget dan
Vygotsky. Berikut ini adalah contoh dari masing-masing gagasan awal
pembelajaran:
1.
Dalam proses pembelajaran sekolah dasar,
guru memberikan pembelajaran mengenai bahaya bermain api dengan menunjukan
gambar kebakaran rumah. Analisis dalam pembelajaran bahaya bermain api adalah akan
timbul respons dari anak melalui pemikirannya tentang bahaya bermain api.
Pemikiran inilah yang mendasari pandangan rasionalisme.
2.
Pada proses pembelajaran lompat jauh,
siswa akan diberikan arahan cara melakukan lompatan dengan baik.
Langkah-langkah melakukan lompat jauh adalah sprint, tolakan satu kaki,
melayang, dan mendarat. Ketika melakukan tolakan satu kaki banyak anak yang melakukan
kesalahan, baik melewati papan tumpuan maupun keraguan melakukan tolakan.
Melalui latihan yang berulang-ulang, siswa dapat melakukan lompatan dengan
baik. Analisis dari kejadian ini adalah pengulangan latihan yang melibatkan
pengalaman indriawi, sehingga siswa dapat melakukan lompatan dengan baik.
3. Pada
Sekolah Menengah Atas pembelajaran penjasorkes yang seharusnya dilakukan di
lapangan, namun dilakukan di dalam kelas
karena kondisi sedang hujan. Pelajaran diberikan melalui video tentang
permainan basket. Siswa merspons dengan menonton video tersebut, dan melalui
pengalamannya ketika SMP, siswa akan lebih memahami tentang cara bermain basket
yang baik dan benar.
Pengaruh
Historis Lain terhadap Pembelajaran
Adanya
historis-historis lain akan mendukung dan memengaruhi hal-hal yang terkait
dalam pembelajaran, sehingga nantinya suatu pembelajaran akan lebih efektif,
efisien, dan mencapai tujuan dari belajar itu sendiri. Adapun historis-historis
tersebut adalah sebagai berikut:
Thomas
Reid
Thomas
Reid (1710-1796) percaya bahwa pikiran memiliki kekuatan sendiri, yang sangat
memengaruhi cara untuk memandang dunia. Reid mengemukakan 27 fakultas pikiran,
yang kebanyakan di antaranya adalah bawaan. Keyakinan akan fakultas pikiran ini
disebut dengan faculty psychology
(psikologi fakultas). Pandangan psikologi fakultas ini adalah capuran dari
konstruktivisme, rasionalisme, dan empirisisme.
Franz
Joseph Gall
Gall
(1758-1828) berasumsi pertama, psikologi fakultas terletak di lokasi tertentu
di otak. Kedua, fakultas pikiran itu tidak sama untuk setiap individu. Ketiga,
jika suatu fakultas pikiran berkembang baik, akan ada benjolan di bagian
tengkorak kepala yang berhubungan dengan tempat fakultas pikiran otak itu. Jika
fakultas itu tidak berkembang baik, akan tampak cekungan di tengkorak. Gall
mengembangkan diagram yang menunjukan fakultas-fakultas di beberapa bagian
tengkorak. Analisis tersebut dinamakan phrenology.
Charles
Darwin
Darwin (1809-1882) mendukung
gagasan evolusi biologis. Darwin mengubah semua pemikiran tentang sifat
manusia. Manusia dilihat sebagai kombinasi dari warisan biologis dan pengalaman
hidup. Fungsi perilaku sebagai cara menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Herman
Ebbinghaus
Herman
Ebbinghaus (1850-1909) adalah ahli riset yang amat cermat dan mengulangi
eksperimennya selama bertahun-tahun sebelum dia memublikasikan hasil risetnya
tahun 1885. Salah satu prinsip penting dari asosiasi adalah hukum frekuensi,
yang menjadi fokus riset Ebbinghaus. Hukum frekuensi menyatakan bahwa semakin
sering suatu pengalaman terjadi, semakin mudah pengalaman itu diingat atau
dilakukan lagi. Dalam riset Ebbinghaus memori mendapat kekuatan melalui repetisi,
dan tingkat lupa sangat cepat untuk beberapa jam pertama setelah pengalaman
belajar.
Mazhab
Psikologi Awal
Voluntarisme
Mazhab psikologi
pertama adalah voluntarism
(voluntarisme), dan aliran ini didirikan oleh Wundt (1832-1920), tujuan Wundt
adalah mempelajari kesadaran sebagaimana ia alami secara langsung dan Wunt
mendirikan laboratorium pertama tahun 1879 (Hergenhahn dan Olson, 2014: 45). Studi yang dilakukan oleh Wundt
terbatas pengaruhnya terhadap teori psikologi karena hanya mencakup hal-hal
tertentu. Terutama mengenai aspek pikiran hanya dapat di pelajari secara tidak
langsung melalui observasi dengan mempelajari agama, moral, seni, adat, mitos
dan hukum. Penekanan aliran Wundt ada pada kehendak, manusia dapat memilih
secara selektif terhadap elemen yang masuk dalam pikiran yang diinginkan,
sehingga mudah dipahami. Penekanan Wundt pada kehendak pikiran, inilah yang
dinamakan voluntarism (voluntarisme)
sehingga dapat dikatakan voluntarisme adalah aliran atau mazhab yang penekanan
pikirannya ada pada kehendak yang diinginkan agar mudah untuk diingat dan
dipahami.
Ketika
dalam pembelajaran penjasorkes disekolah materi atletik, pembelajaran untuk
lompat jauh. Seorang guru memberikan arahan mengenai teknik lompatan yang baik.
Tidak semua siswa akan merespons dengan baik. Seorang siswa mengalami kesulitan
ketika melakukan tolakan setelah awalan lari. Ada kecemasan dalam melakukan
tolakan pada papan tumpuan karena jika terlewati lompatannya dianggap tidak
sah. Disinilah seorang siswa menekankan pada pikirannya agar hasil lompatanya
sah, jadi melakukan tolakan tidak pada papan tolakan melainkan sebelum papan
tolakan.
Strukturalisme
Strukturalisme
didirikan oleh Titchener (1867-1927) adalah siswa dari Wundt. Pada tahun 1892
Edward mendirikan laboratorium di Cornell
University (Schunk, 2012: 12). Alat
utama yang dipakai oleh aliran struktural adalah introspeksi (introspection) yaitu sebuah tipe
analisis diri. Introspeksi adalah sebuah metode yang memerlukan latihan agar
introspeksionis dapat mengetahui kapan seorang individu meneliti proses pikiran
sadarnya sendiri. Inilah yang sering menjadi permasalahan dan tidak bisa
diandalkan, karena belum tentu seorang introspeksionis mengetahui kapan seorang
individu meneliti pikirannya sendiri. Dapat dikatakan bahwa introspeksi bukan
metode yang tepat untuk meneliti proses mental yang lebih tinggi seperti
penjelasan logis, pemecahan masalah, dan lain-lain. Mazhab strukturalisme tidak
dapat bertahan lama selain dikarenakan semakin berkembangnya aliran
fungsionalisme.
Fungsionalisme
Pelopor aliran
fungsionalisme adalah James (1842-1910) (Hergenhahn dan Olson, 2014: 47). Dalam buku “The Principles Of Psycology” James menekankan bahwa manusia adalah
makhluk rasional dan irasional (emosional). Hal inilah yang menunjukan arti
pentingnya pemahaman dasar biologis dari peristiwa mental dan menyarankan studi
hewan dalam rangka mempelajari manusia secara mendalam dan kegunaannya untuk
penyesuaian diri terhadap lingkungannya. Aliran fungsionalisme dipengaruhi oleh
teori evolusi Darwin, untuk meneliti penggunaan proses-proses mental dalam
membatu organisme menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Ketika seorang bayi
melihat lilin yang menyala, lalu bayi tersebut ingin menggapai dan memegangnya.
Lilin yang terlihat oleh mata merupakan stimulus dan menggapainya adalah respons.
Ketika tangan bayi tersebut menggapai lilin tersebut dan terkena tetesan lilin
sehingga timbul rasa sakit inilah sebuah stimulus yang mendorong respons untuk
menjatuhkan lilin dari tangannya. Kontribusi utama fungsionalis untuk teori
belajar adalah mempelajari hubungan kesadaran dengan lingkungan, untuk
memperbaiki informasi yang dapat dipakai guna meningkatkan kondisi manusia dan
menjadikan proses belajar dapat lebih baik dan semakin inovatif.
Behaviorisme
Pendiri
aliran behaviorism (behaviorisme)
adalah Watson (1878-1958), yang mengatakan bahwa kesadaran hanya dapat
dipelajari melalui proses introspeksi, dan itu adalah alat riset yang tidak
bisa diandalkan (Hergenhahn dan Olson, 2014: 48). Aliran behaviorisme
menganggap kesadaran tidak dapat dipelajari secara reliabel dan kajian utama
behaviorisme mengenai perilaku, karena perilaku dapat dikaji secara langsung,
yang dipelajari dalam psikologi harus diekspresikan melaui perilaku. Mempelajari
perilaku manusia sehingga bisa mengambil kesimpulan mengenai proses yang
diyakini merupakan sebab dari perubahan perilaku yang dilihat. Dalam hal ini proses tersebut
dinamakan belajar. Ketika seorang
siswa melakukan suatu gerakan yang
timbul baik berupa
mendengar atau melihat dihasilkan dari stimulus yang muncul secara spontan. Selanjutnya, akan terjadi keserasian gerak, yaitu satu gerakan awal menghasilkan gerakan pertama,
kemudian kedua, gerakan ketiga, gerakan keempat, dan seterusnya. Gerakan tersebut membentuk rangkaian yang
terus-menerus yang otomatis menjadi kebiasaan
dengan dilakukan secara berulang-ulang. Pengulangan tersebut bukan
dimaksudkan untuk memperkuat hubungan, tetapi untuk membina atau memasangkan
stimulus yang cocok dengan respons yang diharapkan.
Gerakan yang timbul dan stimuli inilah yang memungkinkan sampai sejauh mana perubahan
perilaku siswa dalam melakukan rangkaian gerakan.
Konstruktivisme
Konstruktivisme
adalah suatu paham yang lebih
memahami belajar sebagai kegiatan membangun atau menciptakan pengetahuan dari
pikiran secara aktif dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan
pengalaman indrawi. Pandangan inilah yang mendasari ide atau gagasan
awal dalam teori belajar sebelum terjadi apa itu belajar, teori belajar,
ciri-ciri teori belajar, hasil belajar, maupun masalah dalam pembelajaran.
Pendekatan belajar konstruktivisme memiliki beberapa sterategi dalam proses
belajar. Menurut Slavin (1994) dalam Baharuddin dan Wahyuni (2009:127-128)
strategi-strategi belajar konstruktivisme yaitu:
1.
Top
down processing, yaitu belajar dimulai dari masalah
yang kompleks untuk dipecahkan, kemudian menghasilkan atau menemukan
keterampilan yang dibutuhkan.
2.
Cooperative
learning, yaitu strategi belajar dengan berpasangan atau
berkelompok yang dilakukan secara diskusi untuk penyelesaian suatu masalah.
3.
Generative
learning, yaitu strategi yang menekankan pada integrasi yang
aktif antara materi dan pengetahuan yang baru. Diharapkan dengan strategi
generatif siswa menjadi lebih melakukan proses adaptasi ketika menghadapi stimulus
baru.
Dari
lima mazhab diatas dapat dikatakan memiliki kajian fokus masing-masing,
kesemuanya mempengaruhi dan mempunyai tujuan dalam memperbaiki proses belajar
dan pembelajaran hingga saat ini. Awal atau gagasan dalam pembelajaran sering
kali kurang menjadi perhatian, karena sebagian terfokus oleh perkembangan teori
belajar. Hal terpenting dalam keberhasilan adalah sejarah atau awal, bagaimana
keberhasilan itu terjadi.
Implementasi
Gagasan Awal dalam Pembelajaran Penjasorkes
Ide atau gagasan awal
dalam belajar sangat berkaitan dengan pembelajaran pendidikan jasmani,
kesehatan, dan rekreasi. Jika tidak ada gagasan awal tentang proses pembelajaran,
maka hingga saat ini tidak akan ada belajar dan pembelajaran. Menurut Rahyubi
(2012:6), belajar adalah segenap rangkaian kegiatan atau aktivitas yang
dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya
berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran berdasarkan pancaindra dan
pengalamannya. Belajar merupakan pembentukan kebiasaan yang terjadi karena
adanya interaksi antara organisme dan lingkungan sehingga mampu mengakibatkan perubahan
perilaku organisme tersebut. Interaksi yang ditunjukkan berupa stimulus dan
respons. Stimulus dalam proses belajar dapat dikondisikan atau dibuat sedemikian
rupa sehingga respons yang dikehendaki dapat terjadi. Keberhasilan pembelajaran dan ketercapaian tujuan
akhir pembelajaran yang telah ditetapkan akan sangat dipengaruhi oleh kegiatan
awal pembelajaran yang dilakukan guru, salah satunya yaitu apersepsi. Apersepsi
adalah pengamatan secara sadar (pengkayatan) tentang segala sesuatu di jiwanya
sendiri dan landasan untuk penerimaan
ide baru. Apersepsi yang diberikan guru diharapkan akan meningkatkan motivasi
siswa dalam mengikuti pembelajaran penjas, sehingga siswa akan bersungguh-sungguh
selama proses pembelajaran berlangsung dan akan berdampak posistif pada hasil
yang ingin dicapai.
Dalam
pembelajaran olahraga atletik lompat jauh, tentu yang menjadi pertanyaan adalah
olahraga atletik itu olahraga yang seperti apa? Bagaimana melakukan olahraga
lompat jauh? Apa saja peraturan dalam lompat jauh? Terkdang satu hal yang
sering terlupakan adalah mengenai sejarah, sejarah olahraga atletik itu
sendiri. Disinilah para pendidik tidak hanya mengajarkan olahraga tersebut atau
menjelaskan tentang peraturannya, pendidik juga harus memberikan penjelasan
mengenai sejarah olahraga atletik tersebut. Diharapkan melalui pembelajaran
sejarah olahraga, peserta didik mendapatkan nilai historis yaitu lebih menghargai
terhadap sesuatu, baik kaitannya dengan pembelajaran, pemberian, teman, guru,
orang tua, maupun lingkungan.
PENUTUP
Kesimpulan
Ide adalah rancangan
yang tersusun di dalam pikiran; gagasan. Ide atau gagasan awal dalam
pembelajaran adalah adanya rancangan pemikiran dua tokoh besar Plato dan
Aristoteles mengenai pandangannya terhadap pengetahuan, sehingga ada aliran
pandangan rasionalisme dan empirisme. Dari padangan inilah, lalu dikembangkan
oleh Jean Piaget dan Vygotsky menjadi konstruktivisme. Rasionalisme adalah paham
yang menekankan sumber pengetahuan berasal dari akal atau pikiran secara aktif.
Empirisme adalah suatu paham yang menekankan sumber pengetahuan berasal dari
pengalaman indriawi. Konstruktivisme adalah suatu paham yang lebih memahami belajar sebagai kegiatan
membangun atau menciptakan pengetahuan dari pikiran secara aktif dengan memberi
makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalaman indriawi serta adanya
interaksi dengan lingkungan. Pandangan-pandangan tersebut akan
dikembangkan menjadi bagian-bagian dari pembelajaran seperti model belajar,
strategi belajar, yang tujuannya untuk pembelajaran yang lebih inovatif. Keberhasilan pembelajaran dan ketercapaian tujuan akhir pembelajaran
yang telah ditetapkan akan sangat dipengaruhi oleh kegiatan awal pembelajaran
yang dilakukan guru, cara penyampaian materi, dan kegiatan penutup. Diharapakan
melalui pembelajaran inilah ada perubahan perilaku siswa dalam pencapaian
pengetahuan.
DAFTAR
PUSTAKA
Baharuddin dan Wahyuni, Esa Nur. 2009. Teori Belajar dan
Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Hergenhahn, B. R., dan Olson, M. H. (2014). Theories of
Learning, Edisi Ketujuh. Jakarta: Kencana.
Rahyubi,
Heri. 2012. Teori-Teori Belajar Dan
Aplikasi Pembelajaran Motoric Diskripsi Dan Tinjauan Kritis. Bandung : Nusa
Media.
Schunk,
Dale.H. (2012).Learning Theories An
Educational Perspective (Teori-teori pembelajaran perspektif pendidikan).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Siregar,
Eveline dan Hartini Nara.(2011). Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Thobroni,
Muhammad dan Arif Mustofa. (2013). Belajar
dan Pembelajaran; Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran dalam
Pembangunan Nasional.------